Sumber Norma Dalam Ekonomi Islam

1.definisi ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Alquran dan sunnah Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun diatas dasar dasar tersebut sesuai dengan berbagai macam atau lingkungan dan setiap zaman. Pada definisi tersebut terdapat dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi Islam yaitu Alquran dan sunnah Rasulullah hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap  tidak dapat berubah kapan pun dan dimana saja. Tetapi pada praktiknya untuk hal-hal dan situasi serta kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes atau murunah dan ada pula yang bisa mengalami perubahan.

2. Sumber - Sumber Ekonomi Islam
a)      AL-QUR’AN
Al Quran adalah sumber Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman keselamatan kehidupan dunia dan akhirat. Didalam ekonomi syariah jelas bahwa dalam sistemnya sangat menolak dan bahkan mengharamkan yang namanya riba bahkan hukuman bagi mereka yang dalam menjalankan roda perekonomiannya melakukan praktek riba lebih berat dari pada dosa enam puluh kali zina. Dan allah pun berfirman dalam surat Al- Baqarah Ayat 275:
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٧٥
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Al-Baqarah: 275)
Contoh lain seperti perintah mencatat atau pembukuan yang baik dalam masalah utang piutang Allah ungkapkan di surat Al Baqarah ayat 282: " bahwa orang yang beriman Apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya......"
             Ajaran-ajaran yang dikandungnya bersifat komprehensif dan universal.  Komprehensifitas dan universalitas Al-Qur’an  ini tidak hanya karena dicipta oleh Tuhan, tetapi nilai-nilai yang ada memberi tawaran-tawaran baru , diantara nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah :
a.       Perjudian
Perjudian di dalam Al-Qur’an dilarang secara tegas, dianggap sebagai perbuatan syaiton. Menjauhinya berarti terhindar dari kerusakan dan akan mendapatkan keberuntungan. Perjudian tidak harus berupa permainan, tetapi semua aktifitas yang didalamnya mengandung pengaduan nasib termasuk dalam kategori judi.
b.      Riba
Riba adalah tambahan keuntungan dari pokok pinjaman. Dan riba dilarang oleh islam karena pelaku riba mendapatkan keuntungan dari orang lain tanpa bekerja. Sementara dalam teori muamalah islam disebutkan al-Ghunmu bi al-Ghurmi yakni keuntungan atau pendapatan itu hadir bersama resiko.
c.       Menafkahkan harta (Infaq)
Infaq adalah memberikan harta tanpa kompetensi apapun Al-Quran memerintahkan agar orang yang mampu menginfakkan sebagian hartanya. Beberapa cara menafkahkan harta adalah memberikan harta tersebut kepada keluarga dekatnya yang tidak mampu, kemudian kepada orang lain dalam konteks perseorangan atau lembaga. Inti dari infaq tersebut adalah adanya kemanfaatan di jalan Allah. Jika infaq diberikan kepada pihak yang dapat melemahkan islam, maka hal tersebut dilarang.
d.      Menunaikan Zakat
Walaupun taklifnya sama dengan infaq, yaitu orang yang mampu, tetapi zakat lebih ditekankan kewajiban penunaiannya. Karena zakat merupakan rukun islam. Ia harus dilaksanakan setiap tahun dari penghasilan yang kita peroleh.
Secara detail Al-Quran memerinci delapan golongan mustahiq zakat. Dri kedelapan golongan ini yang diprioritaskan adalah golongan yang paling membutuhkan. Zakat dikenakan pula kepada para pengusaha yang bekerja dibidang profesi dan jasa.



b)      Hadist dan sunnah
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa baik sunnah maupun hadist yang se zaman dan sama hakikatnya pada tahap paling dini setelah nabi SAW itulah yang mereka jadikan kaidah. Hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah al qur’an. Sementara sunnah merupakan sebagian besar dan terutama fenomena praktik yang dilengkapi dengan norma-norma perilaku.  Apa yang tidak jelas di dalam al qur’an biasanya dijelaskan dalam hadist dan sunnah. Ekonomi islam selain berpedoman kepada Al-Quran, juga berpedoman pada hadist, sebagaimana Allah berfirman pada surat Al-A’raf ayat 158:
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُمۡ جَمِيعًا ٱلَّذِي لَهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحۡيِۦ وَيُمِيتُۖ فََٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِ ٱلنَّبِيِّ ٱلۡأُمِّيِّ ٱلَّذِي يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَكَلِمَٰتِهِۦ وَٱتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ١٥٨
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (Q.S Al-A’raf :158)
Dari ayat diatas, bahwa manusia diperintahkan selain taat kepada allah juga diperintahkan untuk mentaati Rasulnya. Begitu pula dalam hal ekonomi manusia wajib berpedoman pada hadist, yang di contohkan Nabi Muhammad SAW. Abu Zahrah yang mengutip dari Ibn Hazm menerangkan bahwa kalau ditinjau dari segi bentuknya, sunnah itu terbagi kepada tiga bagian; yaitu Sunnah Qauliyah (perkataan) taqririyah fi’liyah (perbuatan), dan taqrir.Selanjutnya Abu Zahrah menegaskan bahwa Ibn Hazm juga mengakui adanya pembagian tersebut; tetapi menurutnya, yang menunjukan wajib dari yang tiga itu hanya sunnah qauliyah saja.

Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan roda perekonomian pada masanya sebagaimana hadist dibawah ini :
عَنِعَبْدِاللهِبْنِعُمَرَرَضيَاللهُعَنْهُمَاعَنْرَسُوْلِاللهِصَلىَّاللهُعَليْهِوَسَلَّمَأَنَّهُقَالَإِذَاتَبَايَعَالرَّجُلاَننِفَكُلُّوَاحِدٍمِنْهُمَابِالْخِيَارِمَالَمْيَتَفَرَّقَاوَكَانَاجَمِيْعًاأَوْيُخَيِّرُأَحَدُهُمَاالآخَرَفَتَبَايَعَاعَلَىذَلِكَفَقَدْوَجَبَالْبَيْعُوَإِنْتَفَرَّقَابَعْدَأَنْيَتَبَايَعَاوَلَمْيَتْرُكْوَاحِدٌمِنْهُمَاالْبَيْعَفَقَدْوَجَبَالْبَيْعُ
“ Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-masing diantara keduanya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang diantara keduanya membeli pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jual-beli atas dasar pilihan itu, maka jual-beli menjadi wajib.”
Dalam hadist di atas nabi mengajarkan kita bagaimana dalam transaksi jual beli yang antara kedua belah pihak harus saling meridhoi, maka unsur antarodin dalam jual beli menjadi salah satu syarat syahnya akad jual beli.
Beberapa nilai etika yang ditegaskan dalam hadits dengan perilaku muamalah manusia adalah sebagai berikut
a.       Penipuan (ghabn)
Penipuan adalah pembelian sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dariharga rata-rata, atau dengan harga lebih rendah dari rata-rata. Namun jika penipuan itu tidak dalam jumlah besar dan bernuansa penawaran, maka diperbolehkan. Hal tersebut tidak termasuk ghabn, melainkan ketangkasan dalam berjual beli.
b.      Penipuan dalam jual beli (tadlis)
Tadlis adalah penipuan dalam jual beli yang dilakukan oleh penjual ataupun pembeli. Penipuan penjual seperti menyembunyikan cacat barang. Sedangkan penipuan pembeli seperti memanipulasi alat pembayaran atau menipu dengan cara merendahkan harga barang yang ia beli sebelumnya dengan membandingkan bahwa di tempat lain harga barang tersebut lebih murah.
c.       Penimbunan (ihtikar)
Penimbunan adalah mengumpulkan barang-barang untuk suatu masa dimana barang menjadi langka sehingga harga barang melonjak tinggi dan penimbunan hukumnya haram. Tindakan itu tentu saja merupakan kesengajaan dan merupakan tindakan sangat merugikan orang lain.
d.      Pematokan harga
Pematokan harga hukumnya haram, karena merupakan salah satu bentuk kedzaliman. Pematokan harga dapat dilakukan oleh penguasa, pejabat, konglomerat, anggota parlemen, ataupun masyarakat biasa. Pelarangan pematokan harga tersebut berlaku untuk segala jenis barang.
Dampak negatif dari tindakan-tindakan di atas itulah yang dapat memunculkan pasar gelap dimana orang-orang di dalamnya akan melakukan transaksi jual beli di bawah tangan yang tidak dapat dikontrol pemerintah. Dampak lain adalah perusakan yang akan mempengaruhi sektor produksi terhadap munculnya krisis ekonomi secara lebih luas.
c)      Ijma'
Ijma' sumber ketiga hukum islam merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun para cendekiawan agama. Ijma’ adalah metode penggalian hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan para ulama untuk membahas satu masalah secara bersama-sama sehingga dijadikan sebagai hukum. Perbedaan konseptual antara sunnah dan ijma' terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya terbatas pada ajaran-ajaran nabi dan diperluas kepada para sahabat karena mereka merupakan sumber bagi penyampaiannya, sedangkan ijma' adalah suatu prinsip isi hukum baru yang timbul sebagai akibat dalam melakukan penalaran dan logikanya menghadapi suatu masyarakat yang meluas dengan cepat, seperti halnya masyarakat islam dini, yang bermula dengan para sahabat dan diperluas kepada generasi generasi berikutnya

Kita menemukan pembenaran terhadap ijma' sebagai sumber dynamic baik dalam alquran maupun dalam sunnah. Dalam alquran dinyatakan : " dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat islam) umat yang adil... "(Q.S, Baqarah, 2:143). Juga diriwayatkan bahwa nabi telah berkata: " umat ku tidak akan bersepakat untuk menyetujui kesalahan". Sesungguhnya ijma' " tidak hanya dimaksudkan untuk melihat kebenaran di masa kini dan di masa yang akan datang saja, tetapi juga untuk membina kebenaran di masa lampau". Ijma' lah yang menentukan apakah dulunya sudah nabi itu, dan bagaimanakah penafsiran alquran yang benar. Dalam analisis yang terakhir baik alquran maupun sunnah telah dibuktikan keasilannya melalui ijma'.
Ijma terbagi kepada 4 Bagian:
1.      Ijma Qot’I ialah kesepakatan yang telah disepakati oleh keseluruhan ulama.
2.      Ijma Donni ialah Ijma yang disepakati oleh sebagian ulama dan sebagian lagi tidak sepakat.
3.      Ijma Sukuti ialah Ijma yang disepakati oleh sebagian ulama dan ulama yang sebagian lagi diam.
4.      Ijma Soriih ialah Ijma yang disepakati oleh seluruh ulama mujtahid secara jelas.
Dalam hal ekonomi Ijma juga menjadi dasar ketetapan hokum-hukum ekonomi syariah. Banyak hasil para ulama berijtihad/menyepakati hal-hal yang dilarang ataupun di perbolehkan dalam hal bermua’malah. Seperti dalam akad wadia’ah (simpanan), dalam al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu dari kitab al-Mugnhni wa syarh kabir li Ibni Qudhamah dan Mubsuth li Imam Sarakhsy.

d)     Qiyas
Menurut Prof. Dr. H. I. Nurol Aen, MA. Salah satu guru besar Ushul Fiqh di Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung, Qiyas menurut bahasa adalah membandingkan, sedangkan menurut Etimologi adalah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan yang ada ketentuan hukumnya dalam Al-Quran dan hadis. Karena keduanya memiliki ilat[23] yang sama.

 Qiyas memiliki 4 unsur yang harus di penuhi:
1.      Al-Quran dan Al-Hadis
2.      Peristiwa hokum yang tidak ada ketentuanya dalam Al-Quran dan Hadis.
3.      Sifat yang nyata dan tertentu serta sesuai dengan hokum.
4.      Hokum yang ada ketentuanya dalam Al-Quran dan Hadis.
Dalam hal ekonomi pun Qiyas sudah pasti dijadikan landasan hokum, sebagaimana pendapat Imam Syafi’I mengenai qiyas ini: “setiap peristiwa pasti ada kepastian hokum dan umat islam wajib melaksanakannya. Akan tetapi, jika tidak ada ketentuan hukunnya yang pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad, melalui Qiyas.”

e).  Fatwa[24] dan Undang-Undang[25]
Dengan itu, barulah kita mulai memahami ekonomi syariah bedasarkan fatwa-fatwa ulama juga bedasarkan undang-undang menyangkut ekonomi syariah di Indonesia. Maka itu muncullah fatwa-fatwa ulama MUI mengenai lembaga keuangan syariah di Indonesia diantaranya: fatwa MUI no 21 mengenai pedoman umum asuransi syariah, fatwa MUI no 32 mengenai obligasi syariah, fatwa MUI no 04 mengenai murabahah, dan banyak lagi fatwa-fatwa yang Majelis ulama Indonesia keluarkan mengenai lembaga keuangan syariah.
Begitu pula, dengan munculnya undang-undang Negara republic Indonesia mengenai lembaga keuangan syariah yaitu undang-undang no 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Instrumen Keuangan, Kas, Piutang Dan Persediaan

Makalah Investasi Sebagai Instrumen Ekuitas Dan Hutang

Makalah Liabilitas Jangka Pendek dan Liabilitas jangka panjang