Makalah Instrumen Keuangan, Kas, Piutang Dan Persediaan
1.
Pengertian
Instrumen
keuangan adalah suatu kontrak yang menambah nilai aset atau liabilitas
keuangan. Kas dan piutang merupakan contoh dari aset keuangan. Sedangkan aset
keuangan sendiri merupakan bagian dari instrumen keuangan. Konvergensi PSAK
dengan IFRS menyebabkan semua standar yang berkaitan dengan instrumen keuangan
dicabut dan diganti dengan tiga standar di bawah ini. Berikut adalah standar
akuntansi yang mengatur instrumen keuangan.
a.
PSAK 50: Instrumen
Keuangan: Penyajian (Revisi 2010) adopsi dari IAS 32: Financial
Instrument: Presentation
b.
PSAK 55:
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Penilaian (Revisi 2013) adopsi dari IAS
39: Financial Instrument: Recognition and Valuation
c.
PSAK 60:
Instrumen Keuangan: Pengungkapan (Revisi 2013) adopsi dari IFRS 7 Financial
Instrument: Diclosure.
Sedangkan
beberapa standar terkait instrumen keuangan yang dicabut diantaranya sebagai
berikut:
a.
PSAK 41:
Akuntansi Waran
b.
PSAK 43:
Akuntansi Anjak Piutang
c.
PSAK 54: Restrukturisasi
Utang Piutang Bermasalah
d.
PSAK 30:
Akuntansi Perbankan
e.
PSAK 42:
Akuntansi Perusahaan Efek
f.
PSAK 49:
Akuntansi Reksadana
Dari
pencabutan tersebut menyebabkan tidak ada pengaturan untuk industri tertentu,
karena standar lebih menekankan pada substansi transaksi dan komponen yang
dilaporkan bukan pada jenis industri entitas. Pengaturan akuntansi yang ada
dalam standar lama diubah mengikuti aturan dalam PSAK baru yang berpedoman pada
standar Akuntansi Internasional yaitu IFRS.
Dampak
perubahan besar terjadi dalam penerapan standar akuntansi secara praktiknya,
hal ini dikarenakan standar akuntansi berdasarkan IFRS banyak menggunakan dasar
penilaian wajar. Sebagai contoh yaitu, perhitungan amortisasi premium atau
diskon yang selama ini dibolehkan menggunakan metode garis lurus, dengan IFRS
harus menggunakan metode perhitungan bunga. Perhitungan bunga harus didasarkan
pada tingkat bunga efektif bukan tingkat bunga nominal. Perubahan tidak hanya
berdampak pada laporan keuangan, baik kinerja keuangan perusahaan, dan posisi
keuangan, namun juga mempengaruhi proses bisnis dan sistem yang digunakan
entitas. Entitas harus menyiapkan sistem yang memungkinkan pencatatan transaksi
sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan PSAK.
Semua
entitas tanpa terkecuali memiliki aset dan liabilitas keuangan. Untuk
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan seperti perbankan, asuransi, dan
pembiayaan, aset dan liabilitas keuangan merupakan komponen terbesar dalam
laporan posisi keuangan. Dampak perubahan besar PSAK instrumen keuangan sangat
dirasakan oleh entitas yang bergerak di industri keuangan.
PSAK
50, 55, dan 60 kembali diubah pada tahun 2013 disesuaikan dengan penerapan PSAK
68: Nilai Wajar. Tidak banyak perubahan signifikan dalam perubahan tersebut.
Namun IASB telah menyelesaikan seluruh standar dalam IFRS 9 pada mengeluarkan
standar tersebut pada 14 Juni 2015. Namun standar tersebut baru efektif berlaku
pada tahun 2018. Dampaknya PSAK akan kembali direvisi mengikuti perubahan
terakhir dalam IFRS 9. Menurut IFRS 9, aset keuangan dikelompokkan menjadi
tiga yaitu aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, aset
keuangan diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif dan aset
keuangan diukur dengan nilai amortisasi. Klasifikasi piutang dan pinjaman tidak
ada lagi, karena piutang, pinjaman dan aset yang dimiliki hingga jatuh tempo
diukur sebesar nilai amortisasi.
2.
Bentuk
Instrumen Keuangan
Instrumen
keuangan berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2013) berbentuk aset keuangan, liabilitas
keuangan, dan instrumen ekuitas. PSAK 55 (Revisi 2013) menjelaskan lebih rinci
berdasarkan jenis pengukurannya. Bagan di bawah ini menjelaskan bentuk dan
jenis instrumen keuangan.
Bentuk instrumen keuangan ada 4
Bentuk instrumen keuangan ada 4
a. Aset keuangan:
- Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan rugi laba
c. Instrumen ekuitas
- Derivatif melekat
- Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan rugi laba
- Investasi dimiliki hingga jatuh tempo
- Pinjaman diberikan dan piutang
- Aset keuangan tersedia untuk dijual
b. Liabilitas Keuangan
- Liabilitas keuangan yang diukur pada nilai
- Liabilitas lainnyac. Instrumen ekuitas
- Instrumen ekuitas biasa
- Instrumen ekuitas manajemen
- Instrumen ekuitas sintetis
d. Instrumen derivatif
- Derivatif biasa
- Derivatif melekat
e. Instrumen lindung nilai
- Atas nilai wajar
- Atas arus kas
- Atas investasi neto pada operasi luar negeri
a.
Kas baik dalam
bentuk kas di dalam perusahan (uang tunai) maupun kas yang tersimpan di dalam
bank.
b.
Instrumen
ekuitas yang diterbitkan entitas lain. Dalam sebuah entitas, aset ini merupakan
bentuk investasi dalam saham. Investasi dalam saham yang termasuk dalam
investasi keuangan adalah investasi yang akan dijual dalam jangka pendek.
c.
Hak kontraktual
1)
Untuk menerima
kas atau aset keuangan lainnya dari entitas lain. Contohnya, piutang, investasi
dalam obligasi, dan perjanjian dalam pinjaman.
2)
Untuk
mempertukarkan aset keuangan dengan entitas lain dengan kondisi berpotensi
untung. Contoh bentuk kontrak ini dapat berupa forward, future, atau
bentuk opsi untuk mempertukarkan aset keuangan lainnya. Misalnya entitas
memiliki kontrak untuk menukarkan piutang dalam mata uang asing USD dalam mata
uang rupiah dengan kurs yang sudah ditetapkan besarnya dan sudah ditentukan
waktunya. Tetapi ketika dalam perjalanan kurs meningkat, maka entitas
berpotensi untung.
d.
Kontrak yang
akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang
diterbitkan oleh entitas dan merupakan:
1)
Nonderivatif di
mana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima sejumlah yang
bervariasi dari instrumen yang diterbitkan entitas; atau
2)
Derivatif yang
akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu
kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang
diterbitkan entitas. Tidak termasuk instrumen keuangan yang mempunyai opsi jual
(puttable financial instruments).
Kontrak
bukan instrumen ekuitas walaupun diselesaikan dengan penerimaan instrumen
ekuitas yang diterbitkan karena nilai ekuitasnya bervariasi. Contoh, kontrak
untuk menerima sejumlah bervariasi dari instrumen ekuitas diterbitkan senilai
Rp. 100 miliar. Jumlah instrumen ekuitas yang akan diterima tergantung Rp. 100
miliar dibagi dengan harga saham tanggal kontrak. Opsi saham atau warrant
yang memberikan hak untuk membeli saham dalam jumlah yang ditetapkan merupakan
instrumen ekuitas.
4.
Liabilitas
Keuangan Terdiri atas:
a.
Liabilitas
kontraktual
1)
Untuk
menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain
a.
Biasanya muncul
dalam bentuk utang entitas pada pihak lain, utang dapat berupa kontrak formal
dan tanpa kontrak formal. Yang termasuk dalam utang kontrak formal yaitu
seperti utang bank atau utang obligasi. Sedangkan utang tanpa kontrak formal
yaitu hanya didasarkan faktur pembelian, atau dokumen pengiriman/penerimaan
barang.
2)
Untuk
mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain
dengan kondisi yang berpotensi tidak menuntungkan entitas.
a.
Entitas dapat
membuat kontrak untuk mempertukarkan aset keuangan, jika dalam kontrak tersebut
berpotensi tidak menguntungkan, maka potensi tidak menguntungkan tersebut akan
diakui sebagai liabilitas keuangan dan kerugian pada sisi lain.
3). Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan
instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas dan merupakan suatu:
a.
Nonderivatif di
mana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah yang
bervariasi dari isntrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau
b.
Derivatif yang
akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan kas dalam jumlah
tertentu atau aset keuangan lain dengan jumlah tertentu dengan instrumen
ekuitas yang diterbitkan entitas.
Contoh
(1) kontrak untuk menyerahkan instrumen ekuitas senilai 100 ons emas, karena
jumlah instrumen ekuitas yang diterbitkan tergantung harga emas dan harga
saham. (2) kontrak untuk menyerahkan instrumen ekuitas senilai 100 lembar
instrumen ekuitas sebagai pengganti kas yang setara dengan 100 ons emas, karena
nilai instrumen ekuitasnya tergantung dari harga emas, sehingga jumlahnya
bervariasi.
Instrumen
ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu
entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya. Kontrak yang akan diselesaikan
oleh entitas setelah penyerahan (atau penerimaan) instrumen ekuitas miliknya
dalam jumlah yang telah ditetapkan sebagai pengganti kas atau aset keuangan
lainnya yang nilainya telah ditetapkan adalah instrumen ekuitas.
5.
Konsep
Pengakuan dan Pengukuran Instrumen keuangan
Pengukuran
aset atau liabilitas keuangan dibedakan menjadi dua yaitu pengukuran pada saat
pengakuan awal dan pengukuran setelah pengakuan awal. Secara umum pengukuran
menggunakan dasar nilai wajar, namun
saat nilai wajar tidak dapat diperoleh maka dapat menggunakan nilai
perolehan atau nilai tercatat.
Pengukuran
awal aset dan liabilitas keuangan menggunakan nilai wajar pada tanggal
perolehan atau transaksi. Pada saat perolehan ini, ada kalanya entitas harus
membayar biaya transaksi untuk memperoleh aset atau mengeluarkan liabilitas
keuangan. Biaya transaksi tersebut perlakuannya
beda untuk aset dan liabilitas keuangan yang berbeda. Untuk aset dan
liabilitas keuangan yang dalam pengukuran setelah pengakuan awal menggunakan
nilai wajar, biaya transaksi tersebut diklasifikasikan sebagai beban pada
periode berjalan. Biaya transaksi untuk aset atau liabilitas yang pengukurannya
setelah pengakuan awal tidak menggunakan nilai wajar, dikapitalisasi menambah
nilai aset atau liabilitas keuangan.
Sebagai
ilustrasi, jika entitas A mengeluarkan obligasi, maka obligasi tersebut tidak
dimaksudkan untuk dilunasi sesuai dengan kontrak pelunasannya sehingga
dikategorikan sebagai kewajiban lainnya. Obligasi tersebut bagi entitas
penerbit tidak diukur pada nilai wajar melalui laba rugi tetapi diukur
berdasarkan nilai amortisasinya (amortized cost). Konsekuensinya biaya
yang dikeluarkan untuk menjual obligasi tersebut akan dikapitalisasi mengurangi
nilai perolehan penjualan obligasi. Hasil yang diperoleh perusahaan sebesar
harga jual dikurangi biaya transaksi akan digunakan menentukan nilai bunga
efektif obligasi tersebut. Bunga efektif adalah bunga yang menyamakan nilai
kini obligasi (uang yang diterima dikurangi biaya transaksi) dan nilai kini dari
pembayaran yang dilakukan di masa mendatang yaitu bunga berdasarkan tingkat
bunga nominal yang diterapkan dan nilai pokok obligasi.
Bagi
entitas B yang membeli 1.000 lembar obligasi tersebut dan dimaksudkan sebagai
investasi sementara jangka pendek, akan mengategorikan investasi tersebut
sebagai investasi yang diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi. Entitas B
akan mengakui biaya transaksiyang timbul dari transaksi pembelian obligasi
tersebut sebagai biaya pada periode berjalan dan tidak menambahkannya ke dalam
nilai investasi dalam obligasi.
Instrumen
keuangan seperti halnya aset lain juga harus di-review pada setiap
pelaporan untuk melihat ada tidaknya indikasi penurunan nilai (impairment).
Penurunan nilai aset keuangan tidak diatur mengikuti PSAK 48: Penurunan
Nilai Aset, namun diatur secara khusus dalam PSAK 55. Aset keuangan
mengalami penurunan nilai jika nilai tercatat aset lebih tinggi dibandingkan
nilai yang dapat diperoleh kembali. Jika terdapat bukti objektif penurunan
nilai, maka harus dilakukan estimasi nilai yang dapat diperoleh kembali dan
mengakui kerugianpenurunan nilai. Pembalikan atas penurunan atas piutang,
investasi held to maturity (HTM), dan instrumen utang available for sale (AFS)
dapat dilakukan jika memenuhi kriteria.
6.
Penyajian dan
Pengungkapan
Penyajian
aset keuangan dalam laporan keuangan diatur khusus dalam PSAK 50 (Revisi 2010):
Instrumen Keuangan: Penyajian. Pernyataan ini menjelaskan secara umum
prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling
hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Prinsip penyajian ini berlaku
terhadap kategori instrumen keuangan dari perspektif penerbit, dalam aset
keuangan, liabilitas keuangan, dan instrumen ekuitas; pengategorian yang
terkait dengan suku bunga, dividen, kerugian, dan keuntungan, serta keadaan
aset keuangan dan liabilitas keuangan akan saling hapus.
Pengungkapan
aset keuangan diatur dalam PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
Pernyataan ini mengatur pengungkapan dalam laporan keuangan yang memungkinkan
pengguna mengevaluasi signifikasi instrumen keuangan atas posisi dan kinerja
keuangan entitas serta jenis dan besarnya risiko yang timbul dan bagaimana
entitas mengelola risiko tersebut.
B.
ASET KEUANGAN
Berdasarkan PSAK 55, berikut klasifikasi aset keuangan yang dibagi menjadi
empat, yaitu sebagai berikut:
1.
Aset keuangan
diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi (fair value to profit and loss—FVPL)
a.
Aset keuangan
diukur dengan nilai wajar melalui laba rugi (fair value to profit and
loss—FVPL) adalah aset keuangan yang dimaksudkan untuk tujuan dijual atau
dibeli kembali dalam waktu dekat. Aset keuangan ini dimaksudkan untuk
diperdagangkan , ketentuan standar lama menyebut kelompok ini sebagai surat
berharga diperdagangkan (tranding securities). FVPL umumnya berbentuk
investasi dalam surat berharga baik saham, obligasi, maupun instrumen keuangan
jangk pendek lainnya termasuk bentuk
derivatif seperti opsi saham dan opsi lainnya.
2.
Investasi
dipegang hingga jatuh tempo (held to maturities – HTM)
a.
Investasi
dipegang hingga jatuh tempo (held to maturities – HTM) adalah aset nonkeuangan
nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukann dan jatuh temponya
telah ditetapkan serta entitas mempunyai intensi positif dan kemampuan untuk memiliki aset keuangan
tersebut hingga jatuh tempo.
3.
Pinjaman yang
diberikan atau piutang (loans or receivable – LR)
a.
Pinjaman yang
diberikan atau piutang (loans or receivable – LR adalah aset keuangan
nonderivatif dengan pembayaran yang telah ditentukan dan tidak mempunyai
kuotasi pasar aktif.
4.
Aset keuangan
tersedia untuk dijual (available for sale – AFS)
a.
Aset keuangan
tersedia untuk dijual (available for sale – AFS) adalah aset keuangan
nonderivatif yang ditetapkan tersedia
untuk dijual atau tidak diklasifikasikan sebagai FVPL, HTM, dan LR. Jika tidak
termasuk dalam kategori aset keuangan tiga sebelumnya, maka akan diklasifikasikan
sebagai AFS.
C.
KAS
1.
Definisi
Kas adalah aset keuangan yang digunakan untuk kegiatan
operasionalperusahaan. Kas merupakan aset yang paling likuid karena dapat
digunakan untuk membayar kewajiban perusahaan. Tidak ada standar akuntansi
khusus terkait dengan kas namun secara umum dibahas dalam standar tentang
instrumen keuangan.
Keberadaan kas dalam entitas sangat penting karena tanpa kas, aktivitas
operasi perusahaan tidak dapat berjalan. Entitas tidak dapat membayar gaji,
memenuhi utang yang jatuh tempo dan kewajiban lainnya. Entitas harus menjaga
jumlah kas agar sesuai dengan kebutuhannya. Jika jumlah kas kurang, maka
kegiatan operasional akan terganggu. Terlalu banyak kas menyebabkanentitas
tidak dapat memanfaatkan kas tersebut untuk mendapatkan imbal hasil yang
tinggi.
Kas termasuk instrumen keuangan dalam klasifikasi aset keuangan. Kas
merupakan alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai
kegiatan entitas. Kas terdiri atas uang kartal yang tersimpan dalam sebuah
entitas, uang tersimpan dalam rekening bank, dan setara kas. Kas secara umum
digunakan sebagai alat pembayaran untuk aktivitas operasi perusahaan tanpa
suatu batasan. Ada kalanya kas dimiliki untuk tujuan tertentu sehingga tidak
bebas digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan.
2.
Pengendalian Kas
Kas merupakan aset likuid yang mudah digunakan, banyak yang menginginkann
sehingga mudah dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu
entitas perlu merancang pengendalian internal yang baik agar kas perusahaan
aman dan terlindungi. Perlindungan terhadap kas dapat berupa fisik mauoun
perlindungan unutuk menjaga agar kas tidak digunakan untuk kepentingan yang
tidak seharusnya.
Beberapa bentuk pengendalian terhadap kas misalnya sebagai berikut:
a.
Terdapat
pemisahan tugas antara pihak yang melakukan otorisasi dengan pembayaran, pihak
yang melakukan pengelolaan kas dan pencatatatan, pihak pengguna, dan pihak
pembayar. Tingkat pemisahan tugas disesuaikan dengan kebutuhan entitas.
b.
Penggunaan
lemari besi (brankas) untuk menyimpan kas atau diruang tertutup dengan akses
terbatas.
c.
Penerimaan dan
pengeluaran kas menggunakan rekening yang berbeda.
d.
Pengeluaran
uang dilakukan melalui bank dan menggunakan cek sehingga terdapat pengendalian
pencatatan oleh pihak lain.
e.
Penerimaan kas
dilakukan melalui bank, untuk keamanan dan pengendalian pencatatan.
f.
Penggunaan
sistem imprest kas kecil untuk memenuhi kebutuhan kas dalam jumlah
kecil.
g.
Rwkonsiliasi
antara pencatat perusahaan dengan rekening bank.
3.
Sistem Imprest Kas Kecil
Untuk keperluan pengeluaran dalam jumlah kecil, entitas tidak
mungkin melakukannya dengan menggunakan cek karena tidak efisien. Untuk
memenuhi kebutuhan pengeluaran kas dalam jumlah kecil entitas membentuk dana
kas kecil, jumlah dana kas kecil disesuaikan dengan kebutuhan entitas. Semakin
besar ukuran entitas dan kebutuhan pengeluaran jumlah dana kas kecil besar,
maka dibentuk kas kecil dalam jumlah besar. Tetapi untuk organisasi dengan
ukuran kecil dan tidak banyak pengeluaran dilakukan , nilai kas kecil yang
dibentuk kecil.
Terdapat dua sistem kas kecil yaitu sistem imprest (dana
tetap) dan fluctuating system.
a.
Sistem imprest
kas kecil adalah mekanisme kas kecil dimana dana dipertahankan tetap. Pada
awalnya dibentuk dana kas kecil dalam jumlah tertentu. Setiap ada pengeluaran
akan dibuat bukti pengeluaran tetapi tidak dibuat jurnal. Jika jumlah kas kecil
akan habis, maka akan dilakukan penggantian sejumlah dana yang telah dipakai.
Pada saat penggantian akan dibuat jurnal terkait dengan pengeluaran tersebut
dan mengurangi kas perusahaan. Setelah penggantian saldo dana kas kecil akan
kembali sejumlah yang ditetapkan.
b.
Fluctuating system, dalam sistem ini
dana kas kecil tidak ditetapkan sejumlah tertentu sehingga saldonya bervariasi
dari waktu ke waktu. Penggantian tidak didasarkan jumlah terpakai tetapi sering
kali ditetapkan sejumlah tertentu. Misalnya, untuk pertama kali dibentuk dana
kas kecil sebesar Rp.50.000. setiap
bulan ditambahkan dana sejumlah nilai yang sama tanpa memperhatikan jumlah dana
yang terpakai. Akibatnya saldo kas kecil akan berubah-ubah.
Dalam rangka pengendalian sistem imprest lebih
baik, karena jumlah dana kas kecil akan terkontrol dan tidak akan terjadi
penumpukan dana kecil dalam unit pembayar (kasir). Mekanisme pengendalian juga
terjadi, karena setiap pergantian akan dilakukan penghitungan dana kas kecil
terpakai dan tersisa sehingga dapat memonitor pemakaian dan memastikan tidak
ada uang yang hilang. Sedangkan fluctuating system, jumlah dana dikasir
tidak terkontrol dan jumlahnya dapat bertambah terus jika dana tidak terpakai.
Kas kecil tersebut digunakan untuk beberapa keperluan berikut ini
a.
Membayar
konsumsi rapat pada 1 Desember 2015 sebesar Rp.500.000
b.
Membayar biaya
honor tenaga tidak tetap 10 Desember 2015 sebesar Rp.2.500.000
c.
Membayar biaya
transportasi untuk pengiriman pada 12 Desember 2015 sebesar Rp.3.000.000
d.
Membayar biaya
pemeliharaan 15 Desember 2015 sebesar Rp.2.000.000
Pada saat pengeluaran tersebut, enitas tidak membuat jurnal, namun tetap membuat dokumen pengeluaran dan membuat
daftar pengeluaran tersebut dalam catatan entitas.
Dalam kasus tertentu, pada
tanggal pelaporan saldo kas kecil perusahaan telah berkurang dan belum
dilakukan penggantian. Jika demikian maka pada tanggal pelaporan dibuat jurnal
untuk menyesuaikan saldo kas kecil sehingga menunjukkan saldo yang sebenarnya.
Namun untuk menjaga konsistensi pencatatan, pada awal periode perlu dibuat
jurnal pembalik sehingga memudahkan pencatatan periode berikutnya.
Entitas juga dapat memiliki saldo kas kecil dalam mata uang asing. Jika kas
kecil ditetapkan dengan menggunakan mata uanga asing, maka pencatatan akan
dilakukan dengan menggunakan mata uang fungsional PSAK 10: pengaruh
perubahan kurs valuta asing.
4.
Rekonsiliasi Bank
Untuk kas di bank setiap akhir periode dibuat rekonsiliasi antara rekening
bank dan saldo kas menurut pencatatan entitas. Tujuan rekonsiliasi adalah untuk
mencocokkan antara pencatatan di perusahaan dan pencatatan kas yang dilakukan
oleh bank yang mengelola uang perusahaan. Rekonsiliasi ini dapat mengurangi
potensi timbulnya kesalahan pencatatan dan juga potensi hilangnya uang
perusahaan.
a.
Kasus
rekonsiliasi
Sebuah entitas membuka rekening di bank untuk megelola pengeluaran seluruh
aktivitas organisasinya. Pimpinan entitas tersebut mendelegasikan kegiatan
pengelolaan kas kepada staf keuangan dan hanya bertugas untuk melakukan
otoritas pengeluaran. Pengeluaran dilakukan dengan menggunakan cek dan surat
perintah stansfer. Staf bagian keuangan dengan surat kuasa melakukan transaksi
perbankan.
Secara umum penyebab perbedaan saldo dalam rekening bank dengan saldo kas
menurut pencatatan entitas adalah sebagai berikut:
1.
Penerimaan yang
dilakukan oleh bank namun belum diketahui oleh entitas.
2.
Penerimaan yang
dilakukan oleh entitas namun belum disetorkan oleh entitas atau sudah
disetorkan namun belum terlihat dalam rekening koran di bank.
3.
Pengeluaran
yang dilakukan oleh bank namun belum diketahui oleh entitas.
4.
Pengeluaran
yang dilakukan oleh entitas namun belum diambil oleh pemegang cek.
5.
Kesalahan
mencatat dapat terjadi baik oleh bank maupun entitas.
Dalam proses audit, rekonsiliasi tidak hanya dilakukan untuk mendapatkan
saldo kas yang sebenarnya harus disajikan dalam laporan keuangan. Auditor juga
perlu melakukan rekonsiliasi pembuktian. Rekonsiliasi ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi perbedaan antara kedua saldo tersebut. Saldo kas entitas
ditambahkan dan dikiurangi perbedaan yang diidentifikasi akan memperoleh saldo
kas menurut rekening bank. Rekonsiliasi pembuktian ini dilakukan dalam rangka
audit, namun tidak dilakukan dalam rangka menentukan saldo kas dalam laporan
keuangan.
5.
Penyajian
Kas dalam laporan posisi keuangan disajikan dalam kelompok aset lancar
diurutan paling atas. Namun penyajian laporan keuangan menurut IFRS 1
Presentation of Financial Statment justru meletakkan aset lancar pada bagian bawah
sehingga kas diletakkan pada bagian paling bawah dalam laporan posisi keuangan.
Kas dapat disajikan dalam laporan keuangan sebagai berikut:
(1). Kas dan setara kas >
contoh penyajian di entitas terdaftar BEI
(Cash and cash equivalent)
(2). Kas
Giro pada bank Indonesia
(3). Kas
Setara kas
(4). Kas
Kas di bank
Setara kas
Standar akuntansi tidak mengatur penyajian kas dalam laporan keuangan.
Sehingga keputusan untuk memberikan satu nama atau dua nama, atau hanya
memunculkan satu item atau dua item diserahkan pada manjemen. Jika menurut
menejemen memisahkan komponen kas dipandang ber manfaat untuk pembaca laporan
keuangan, maka manajemen akan memisahkan komponen kas dalam penyajian. Namun
jika dipandang tidak perlu, manajemen cukup menjelaskan komponen kas tersebut
dalam catatan atas laporan keuangan.
Untuk kas yang dibatasi pegunaannya tidak disajikan dalam komponen kas,
tetapi disajikan sesuai dengan tujuan penggunaan kas tersebut. Penyajian dalam
laporan posisi keuangan diletakkan dalam aset nonlancar jika tujuan penggunaan
jangka panjang atau aset lancar jika tujuan penggunaan jangka pendek (kurang
dari satu tahun atau satu periode operasi).
6.
Pengungkapan
Pengungkapan kas dalam laporan keuangan meliputi mengungkapkan kebijakan
akuntansi dan informasi rincian kas yang dimiliki perusahaan. Kebijakan
akuntansi kas menjelaskan secara umum komponen kas dan bagaimana perusahaan
mengklasifikasikan kas. Kebijakan akuntansi juga menjelaskan bagaimana
perusahaan menyajikan bank overdraft atau cerukan.
a.
Setara kas
Kas dan setara kas termasuk kas, bank dan semua deposito berjangka yang
jatuh tempo dalam tiga bulan atau kurang sejak tanggal penempatan dan tidak
digunakan sebagai jaminan atau tidak dibatasi penggunaannya.
Untuk tujuan penyusun laporan arus kas, kas dan setara kas disajikan
setelah dikurangi cerukan. Kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya yang
akan digunakan untuk membayar liabilitas yang akan jatuh tempo dalam waktu satu
tahun disajikan sebagai kas yang dibatasi penggunaannya dan disajikan sebagai
bagian aset lancar. Kas dan setara kas yang dibatasi penggunaannya untuk
membayar liabilitas yang akan jatuh tempo dalam waktu lebih dari satu tahun dari
tanggal laporan posisi keuangan konsolidasian disajikan dalam aset lain lain
dan menjadi bagian dari aset tidak lancar.
Rincian atas kas yang dimiliki perusahaan minimal memisahkan beberapa
komponen brikut:
1.
Kas > saldo kas dalam bentuk uang tunai di
perusahaan
2.
Bank > saldo kas direkening bank
-
Diklasifikasikan
sesuai dengan mata uang dari rekening bank
-
Bank
dikelompokkan berdasarkan bank yang memiliki relasi dan tidak memiliki relasi.
Definisi pihak relasi mengikuti ketentuan dalam PSAK 7: pengungkapan pihak
berelasi
-
Rincian jumlah
kas di masing masing rekening bank dengan jumlah matera
3.
Deposito-
deposito > saldo deposito yang memenuhi kriteria sebagai kas atau setara kas
dan tidak ada tujuan penggunaan khusus.
-
Diklasifikasikan
sesuai dengan mata uang rupiah dan mata uang asing. Jika mata uang lebih dati
satu, dibuat rincian jumlah untuk masing masing jenis mata uang.
-
Bank
dikelompokkan berdasarkan bank yang memiliki relasi dan tidak memiliki relasi
Rincian jumlah deposito di masing masing bank
dengan jumlah material
-
Tingkat suku
bunga rata rata deposito dalam mata uang rupiah dan mata uang asing
4.
Penjelasan lain
-
Penjelasan
pihak relasi
D. PIUTANG
1. Pengertian
Piutang
Piutang adalah bagian dari aktiva perusahaan yang bersifat lancar,umumnya
berupa kas yang masih akan diterima di masa yang akan datang dan terdapat pada
laporan keuangan sebagian besar perusahaan, baik perusahaandagang, manufaktur
dan jasa.
Sesuai dengan pernyataan dalam Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK)(2009:01.23), menyatakan bahwa : “Aset lancar mencakup aset(seperti
piutang) yang dijual, dikonsumsiatau direalisasikan sebagai bagian dari siklus
operasi normal meskipun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasikan
dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan.”
Pada dasarnya piutang timbul dari penjualan secara kredit yang dilakukan oleh
perusahaan dengan tujuan agar dapat menjual lebih banyak produk barang atau
jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan, namun bisa juga terjadi
akibat transaksi lainnya seperti pinjaman yang diberikan oleh perusahaankepada
karyawan, pemegang saham, dan perorangan lainnya.
Kieso,
at all (2008 : 346), menyatakan bahwa piutang adalah :“Klaim uang, barang atau
jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya”.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pengertian piutang adalah hak kreditur terhadap debitur sebagai akibat yang timbul dari penyerahan barang
atau jasa secara kredit.
2.
Klasifikasi Piutang
Piutang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara, klasifikasi
yang paling sering digunakan secara umum
dalam praktek adalah klasifikasi piutang menjadi piutang dagang, wesel tagih, dan piutang lain-lain.
Secara
lebih terperinci Kieso,at all(2008 : 346) mengklasifikasikanpiutang dengan dua
cara, yaitu sebagai berikut :
a.
Pengklasifikasian
piutang berdasarkan untuk tujuan dalam laporan keuangan dibagi menjadi dua, yaitu :
1)
Piutang lancar
atau piutang jangka pendek (short term receivables)yang diharapkan akan
tertagih dalam satu tahun atau selama siklusoperasi berjalan, mana yang lebih
panjang.
2)
Piutang tidak
lancar atau piutang jangka panjang (long term receivables) adalah jenis piutang dimana yang masuk kategori ini merupakan seluruh piutang yang tidak termasuk dalam kategori sebelumnya
b.
Pengklasifikasian
piutang berdasarkan sebab terjadinya piutang tersebut. Pengklasifikasian piutang berkaitan dengan perbedaan penting antara piutang hasil perdagangan dan yang bukan hasil
perdagangan,dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1)
Piutang dagang
(trade receivables) merupakan jumlah terutang olehpelanggan sebagai bagian dari
aktivitas normal bisnis perusahaanberupa penjualan barang atau jasa secara
kredit kepada pelanggan yangdapat disub-klasifikasikan lagi menjadi piutang
usaha (accountreceivables) dan wesel tagih (notes receivables)
2)
Piutang usaha
(account receivables), adalah janji lisan dari pembeliuntuk membayar barang dan
jasa yang dibeli, biasanya dapat ditagihdalam waktu 30-60 hari.
3)
Wesel tagih
(notes receivables), adalah janji tertulis secara formaluntuk membayar sejumlah
uang tertentu pada waktu tertentu dimasadepan (tanggal jatuh tempo). Wesel
tagih ini sendiri ada yang bersifat.jangka pendek maupun jangka panjang yang
terdiri atas dua jenis,yaitu :
a)
Wesel tagih
tidak berbunga (non-interest bearing note)Jenis wesel tagih dimana nilai
nominal wesel (nilai yang terteradalam lembar wesel) sama besarnya dengan nilai
jatuh tempo.
b) Wesel tagih berbunga (interest bearing note)Jenis wesel tagih
dimana nilai nominal wesel (nilai yang tertera
pada lembar wesel) tidak sama besarnya dengan nilai jatuh tempo. Nilai jatuh
tempo terdiri dari nilai nominal ditambah dengan bunga yang diperoleh selama
masa periode tertentu.
c. Piutang non dagang (non-trade receivables),
merupakan piutang yang bukan dari hasil
perdagangan atau disebut juga meliputi semua jenis piutang lainnya yang muncul
dari berbagai transaksi (yang bukan transaksi normal perusahaan) yang dapat
berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirim sesuatu, contohnya:
1) uang muka kepada karyawan atau staff
2) uang muka kepada anak perusahaan
3) deposito untuk menutup kemungkinan kerugian
atau kerusakan
4) piutang deviden dari bunga.
3.
Ciri-ciri Piutang
Piutang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.
Ada Nilai Jatuh
Tempo
Nilai jatuh tempo adalah istilah yang menggambarkan penjumlahan
dari nilai transaksi utama ditambah nilai bunga yang dibebankan untuk
dibayarkan pada tanggal jatuh tempo. Pembeli yang melakukan transaksi secara
kredit bukan hanya membayar berapa nilai barang yang dibelinya, tetapi juga
bunga karena ia meminta waktu untuk membayar barang tersebut.
b.
Ada Tanggal
Jatuh Tempo
Unsur kedua yang harus ada piutang wesel dan juga merupakan bagian
dari ciri-ciri akuntansi piutang adalah adanya tanggal jatuh tempo. Tanggal
jatuh tempo bisa diketahui dari umur piutang wesel itu sendiri. Biasanya,
penjual menggunakan dua jenis pengukuran umur surat promes, yaitu bulan dan
hari. Jika suatu promes berumur bulanan, maka tanggal jatuh temponya sama
dengan tanggal pembeli melakukan transaksi kredit tersebut, hanya berbeda
bulan. Sedangkan kita promes berumur hari, maka harus dilakukan penghitungan untuk
menentukan kapan tanggal jatuh tempo secara pasti.
Sebagai
tambahan, dalam pelajaran akuntansi, untuk memudahkan penghitungan bunga,
penjual akan menganggap 1 tahun sama dengan 360 hari.
c.
Ada Bunga yang
Berlaku
Piutang wesel terjadi karena pembeli memutuskan melakukan transaksi
secara kredit dan hal ini menimbulkan bunga. Bunga ini harus dibayarkan sebagai
bentuk konsekuensi pembeli meminta waktu pembayaran tertentu dan sebagai
keuntungan bagi penjual karena harus bersabar menunggu pelunasan tersebut. Besaran
bunga tersebut tidak pasti, tergantung kebijakan penjualnya dalam menentukan
tingkat bunga yang berlaku.
4.
Jenis-Jenis / Macam-Macam Piutang
Piutang memiliki beberapa jenis atau
macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Piutang Usaha
(Account Receivable)
Piutang usaha merupakan suatu jumlah
pembelian secara kredit dari pelanggan. Piutang ini muncul sebagai akibat dari
penjualan barang atau jasa. Umumnya ditagih dalam waktu 30 sampai dengan 60
hari. Umumnya, jenis piutang ini adalah piutang terbesar yang dimiliki oleh
perusahaan.
b.
Piutang Wesel
(Notes Receivable)
Jenis piutang yang kedua adalah
piutang wesel atau notes receivable. Piutang wesel merupakan sebuah penguatan
dari piutang dagang. Didalam praktikny, piutang wesel adalah sebuah janji
tertulis yang tidak mempunyai syarat untuk membayar sejumlah uang ditanggal
tertentu dimasa yang akan datang akibat transaksi jual-beli secara kredit di
masa sekarang. Janji tertulis yang demikian sering juga dikenal dengan istilah
surat promes. Didalam surat prome, ada perjajian kapan terjadi transaksi
jual-beli secara kredit dan ada pernyataan bahwa pembeli sanggup atas
kewajibannya untuk melunasi utang tersebut dengan nilai tertentu di masa depan.
Dalam piutang wesel ada sub jenisnya yaitu wesel berbunga yang mana piutang
jenis ini disertai dengan bunga tertentu.
c.
Piutang
Lain-Lain (Other Receivable)
Piutang lain-lain atau other
receivable adalah apapun bentuk dari tagihan yang tidak terklasifikasi dalam
jenis pitang dagang dan piutang wesel. Seperti contohnya adalah piutang yang
termasuk dalam jenis ini yaitu piutang deviden, piutang bunga, uang muka
pembelian, tagihan berlangganan untuk pengembalian tempat barang, dan tuntutan
kerugian para perusahaan asuransi.
5.
Penghapusan Piutang
Penghapusan piutang (bad debt)
dalam pengertian sederhana adalah kerugian yang harus ditanggung perusahaan
karena adanya piutang yang tidak dapat ditagih. Piutang tidak dapat ditagih
selain karena peminjam memiliki kondisi yang menyulitkannya membayar, juga
dapat disebabkan karena tidak dibuatnya kontrak atau perjanjian yang jelas dan
dilindungi hukum.
Ketika perusahaan hendak melakukan penghapusan
piutang, perlu dilakukan berdasarkan metode penghapusan piutang. Menurut
Zaki Baridwan, metode penghapusan piutang adalah “piutang usaha yang tidak mungkin dapat ditagih,
seperti debiturnya bangkrut, meninggal, pailit dan lain-lain harus dihapuskan
sehingga akan menjadi biaya bagi perusahaan.
Ada dua metode dalam metode
penghapusan piutang, yaitu metode langsung dan metode cadangan.
a.
Metode Penghapusan
Piutang Tidak Tertagih
1)
Metode Langsung
Metode
penghapusan piutang langsung disebut juga direct method. Dalam metode langsung,
penghapusan piutang baru akan dicatat dalam pembukuan ketika piutang sudah
benar-benar dinyatakan tidak dapat ditagih lagi. Metode ini biasanya digunakan
oleh perusahaan kecil atau perusahaan yang tidak dapat memperkirakan
penghapusan piutang atau piutang tak tertagih dengan tepat.
2)
Metode Tidak
Langsung (Cadangan)
Metode
penghapusan piutang cadangan disebut juga allowance method. Dalam metode
cadangan, perusahaan perlu melakukan penaksiran terhadap piutang tak tertagih
pada tiap akhir periode pembukuan. Metode ini biasanya digunakan oleh
perusahaan yang memiliki skala besar
Metode
cadangan ini digunakan pada saat kerugian piutang cukup besar jumlahnya. Ada
tiga hal penting yang berkaitan dengan metode cadangan yaitu:
a. Piutang yang tak tertagih yang jumlahnya ditaksir terlebih dahulu
lalu diakui sebagai biaya pada periode penjualan, missal piutang tak tertagih
berasal dari tahun 2013 maka kerugian diakui pada tahun 2013 juga.
b. Taksiran kerugian piutang dicatat dengan cara mendebet kerugian
piutang dan mengkredit cadangan kerugian piutang melalui jurnal penyesuaian.
c. Piutang yang tidak dapat ditagih dicatat dengan mendebet rekening
cadangan kerugian piutang dan mengkredit rekening piutang usaha pada saat
piutang tersebut di hapus dari pembukuan.
1). Pencatatan penghapusan piutang
dengan metode langsung
Perusahaan-perusahaan
tersebut biasanya tidak melakukan perhitungan akan kerugian piutang tak
tertagih pada tiap akhir periode pembukuan atau pencatatan keuangan. Namun
kerugian piutang tersebut baru dicatat ketika sudah benar-benar pasti tidak
dapat ditagih. Piutang tersebut
kemudian dihapus dan dibebankan pada perkiraan kerugian piutang. Dalam
pencatatannya, kerugian piutang atau beban penghapusan piutang di bagian debet.
Dan piutang di bagian kredit.
Beban
penghapusan piutang xxxxx
Piutang
xxxxx
Jika
kemudian peminjam ternyata hendak melakukan pembayaran piutang tersebut,
catatan pun diperbahrui dengan adanya keterangan pelunasan piutang itu.
Pencatatan dilakukan dengan membalik pencatatan sebelumnya, yaitu piutang di
sebelah debet dan kerugian piutang atau beban penghapusan piutang di sebelah
kredit. Seperti ini bentuk pencatatannya.
Piutang
xxxxx
Beban
penghapusan piutang xxxxx
Ketika
pelunasan piutang sudah dilakukan, maka piutang tersebut masuk ke dalam kas
perusahaan. Pencatatannya adalah kas di bagian debet, dan piutang di bagian
kredit. Dengan begitu, sudah tidak ada lagi piutang dan menjadi kas perusahaan.
Seperti ini bentuk pencatatannya.
Kas xxxxx
Piutang xxxxx
Namun
ada kalanya, peminjam baru menyatakan hendak melunasi piutang ketika sudah
dilakukan tutup buku pencatatan periode tertentu. Kalau mengalami situasi
seperti ini, maka pencatatannya adalah memunculkan piutang di bagian debet dan
pendapatan lain-lain di bagian kredit. Seperti ini bentuk pencatatannya.
Piutang xxxxx
Pendapatan
lain-lain xxxxx
Jika
sudah dilakukan pembayaran atas piutang tersebut, maka posisi piutang pun berubah
pada pencatatan. Piutang berada di bagian kredit, sementara di bagian debet
masuk kas. Seperti ini bentuk pencatatannya.
Kas xxxxx
Piutang xxxxx
b.
Pencatatan
penghapusan piutang dengan metode Tidak langsung
Metode penghapusan piutang cadangan disebut
juga allowance
method. Dalam metode cadangan, perusahaan perlu melakukan
penaksiran terhadap piutang tak tertagih pada tiap akhir periode pembukuan.
Metode ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang memiliki skala besar yang
terbiasa mencatat perkiraan atau estimasi piutang yang tak dapat ditagih.
Perkiraan tersebut kemudian dicatat sebagai
beban terhadap kerugian piutang tak tertagih. Namun beban tersebut tidak lantas
dikeluarkan dari perkiraan piutang, hanya dianggap sebagai cadangan piutang tak
tertagih. Dalam pencatatannya, beban kerugian piutang di bagian debet. Dan
cadangan kerugian piutang di bagian kredit. Seperti ini bentuk pencatatannya.
Beban kerugian piutang
xxxxx
Cadangan kerugian piutang
xxxxx
Jika peminjam menyatakan telah benar-benar
tidak bisa membayar hutangnya, maka perusahaan perlu melakukan penghapusan
terhadap piutang dari peminjam. Maka pencatatannya adalah cadangan kerugian
piutang di bagian debet, dan piutang di bagian kredit. Seperti ini bentuk
pencatatannya.
Cadangan kerugian piutang
xxxxx
Piutang
xxxxx
Ketika kemudian peminjam menyampaikan pada
perusahaan bahwa ia dapat mengembalikan hutangnya, maka piutang dapat
dimunculkan kembali. Cadangan kerugian piutang pun dihapuskan. Piutang berada
di bagian debet, dan cadangan kerugian piutang di bagian kredit. Berikut bentuk
pencatatannya.
Piutang
xxxxx
Cadangan kerugian piutang
xxxxx
Saat pelunasan piutang dilakukan, maka piutang
dihapus dan kas masuk perusahaan. Kas berada di bagian debet dan piutang di
bagian kredit. Berikut bentuk pencatatannya.
Kas
xxxxx
Piutang
xxxxx
c. Pencatatan penerimaan
piutang yang dihapus
METODE PENCATATAN
PENGHAPUSAN PIUTANG DAN PENERIMAAN KEMBALI PIUTANG YANG TELAH DI HAPUS
METODE LANGSUNG
(DIRECT METHOD)
|
METODE TIDAK LANGSUNG
(INDIRECT METHOD)
|
Kerugian piutang tak tertagih dicatat pada periode penerimaan piutang,
berdasrkan jumlah piutang yang dihapuskan.
|
Kerugian Piutang Tak Tertagih dicatat pada periode terjadinya piutang /
penjualan, berdasarkan taksiran melalui jurnal penyesuaian. :
Kerugian Piutang xxx
Cadangan Kerugian Piutang xxx
|
Setiap Penghapusan piutang, langsung dicatat pada rekening kerugian
piutang , dengan jurnal :
Kerugian Piutang xxx
Piutang xxx
|
Setiap penghapusan piutang , dibebankan kerekening Cadangan Kerugian
Piutang , dengan jurnal :
Cadangan Kerugian Piutang xxx
Piutang xxx
|
Pernyataan Kesanggupan Debitur untuk membayar atas piutang yang sudah
dihapuskan : tidak ada jurnal
|
Pernyataan kesanggupan debitur untuk membayar atas piutang yang sudah
dihapuskan dicatat dengan jurnal :
Piutang xxx
Cadangan Kerugian
Piutang xxx
|
Waktu menerima pembayaran dari debitur yang menyatakan kesanggupan
membayar , dicatat dengan jurnal :
Kas xxx
Kerugian
Piutang xxx
|
Waktu menerima pembayran dari debitur yang menyatakan kesanggupan
membayar , dicatat dengan jurnal :
Kas xxx
Piutang xxx
|
Jika debitur yang sudah dihapuskan datang dan langsung membayar dicatat
dengan jurnal :
Kas xxx
Kerugian
Piutang xxx
|
Jika debitur yang sudah dihapuskan datang dan langsung membayar dicatat
dengan jurnal :
Kas xxx
Cadangan Kerugian
Piutang xxx
|
6. Piutang Wesel
a.
Pengertian Piutang Wesel
Piutang Wesel (Notes
Receivable) adalah piutang yang diperkuat dengan adanya perjanjian tertulis
(wesel). Sedangkan Wesel (Promissory Notes) adalah janji tertulis untuk
membayar sejumlah uang tertentu. Piutang Wesel lebih formal dibanding dengan
Piutang Dagang karena terdapat janji tertulis yang mengikat antara debitur
(pihak yang menerima piutang) dan kreditur (pihak yang memberikan piutang)
untuk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu. Surat wesel menjadi salah
satu bukti adanya piutang wesel . Piutang Wesel terjadi karna ada transaksi ,
dalam hal ini si peminjam harus membuat surat perjanjian yang menyatakan bahwa akan membayar piutang pada periode
tertentu. Terkadang pihak peminjam meminta jaminan berupa kekayaan dan asset
lain.
7. Perbedaan wesel tagih
dan wesel bayar
Wesel tagih adalah janji tertulis untuk membayar dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu. Badan yang mengeluarkan wesel disebut Penarik wesel, sedangkan pihka
yang menerima wesel disebut Penerima wesel. Wesel Tagih merupakan salah satu
perkiraan tetap, maka akun tersebut dilaporkan pada Neraca. Wesel tagih yang
masanya < 1 tahun dimasukkan dalam aktiva lancar, sedangkan yang masanya
> 1 tahun dimasukkan dalam piutang jangka panjang. Ini adalah rumusan untuk
mencari hasil akhir tagih. Sedangkan Wesel
bayar merupakan kebalikan dari wesel tagih. Jika masanya < 1 tahun
maka akan dilaporkan pada Neraca pos kewajiban lancar, sedangkan jika masanya
> 1 tahun akan dilaporkan sebagai kewajiban jangka panjang.
a. Pihak pihak yang terlibat dalam wesel tagih
Dalam wesel tagih ada 2
pihak :
Penarik wesel, yaitu
pihak yang memerintahkan pihak untuk membayar. penarik kemudian menjual wesel
ke pihak ketiga, maka penarik tersebut disebut endosan.
8. Menentukan nilai jatuh
tempo wesel tagih yang berbunga dan tanpa bunga
a.
Wesel Tagih Tidak
Berbunga
Tidak mencantumkan
bunga, dengan demikian nilai nominal wesel = nilai nominal pada jatuh temponya
b.
Wesel Tagih Berbunga
Pada hari jatuh tempo
nilai wesel = harga nominal wesel + bunga mulai tanggal penarikan s/d jatuh
tempo
E. PERSEDIAAN
1.
Pengertian
Persediaan
a.
Definisi
Persediaan merupakan salah satu aset yang sangat penting bagi suatu
entitas baik bagi perusahaan ritel, maufaktur, jasa maupun entitas lainnya.
PSAK 14 (Revisi 2008) mendefinisikan persediaan sebagai aset yang; (i) tersedia
untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (ii) dalam proses produksi untuk
penjualan tersebut; (iii) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa suatu aset
diklasifikasikan sebagai persediaan tergantung pada nature bussines suatu
entitas. Pada perusahaan properti misalkan, properti yang dimiliki seperti
apartemen, perumahan, dan gedung yang dijual dapat diklasifikasikan sebagai
persediaan karena properti tersebut merupakan aset yang dijual untuk kegiatan
usahanya yang bergerak di bidang penjualan properti. Namun, bagi entitas lain
yang kegiatan usahanya bukan penjualan properti, kepemilikan atas properti
tersebut tidak diklasifikasikan sebagai persediaan, melainkan dapat sebagai
aset tetap atau properti investasi atau aset tidak lancar yang dipegang untuk dijual,
tergantung pada tujuan kepemilikannya.
b.
Klasifikasi
Persediaan
Klasifikasi persediaan antara satu entitas dengan entitas lain
dapat berbeda-beda. Entitas perdagangan baik perusahaan ritel maupun grosir
mencatat persediaan sebagai persediaan barang dagang (merchandise inventory).
Persediaan barang dagang ini merupakan barang yang dibeli oleh perusahaan
perdagangan untuk dijual kembali dalam usaha normalnya.
Sedangkan bagi entitas manufaktur, klasifikasi persediaan relatif
lebih beragam. Misalnya perusahaan manufaktur yang memproduksi suku cadang (spare
part) otomotif dengan membeli material produk, melakukan proses produksi,
dan menjual suku cadang tersebut kepada diler (dealer). Bagi perusahaan
seperti ini, persediaan mencakup persediaan barang jadi (finished good
inventory) yang merupakan barang yang telah siap dijual, persediaan barang
dalam penyelesaian (work in process inventory) yang merupakan barang
setengah jadi, dan persediaan bahan baku (raw material inventory) yang
merupakan bahan ataupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Bagi entitas jasa, biaya jasa yang belum diakui pendapatannya
diklasifikasikan sebagai persediaan. Berdasarkan Paragraf 18 PSAK 14 (Revisi
2008), biaya persediaan pemberi jasa meliputi biaya tenaga kerja dan biaya
personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberian jasa, termasuk
personalia penyelia, dan overhead yang dapat diatribusikan. Biaya tenaga
kerja dan biaya lainnya yang terkait dengan personalia penjualan dan
administrasi umum tidak termasuk sebagai biaya persediaan tetapi diakui sebagai
beban pada periode terjadinya.
c.
Cakupan Barang
dalam Persediaan
Salah satu permasalahan yang sering kali dihadapi oleh suatu
entitas adalah terkait dengan pengakuan kepemilikan atas persediaan. Secara
teknis, seharusnya suatu entitas mencatat pembelian atau penjualan atas
persediaan ketika telah mendapatkan atau melepaskan hak kepemilikan atas barang
tersebut. Namun, sering kali penentuan atas perpindahan hak kepemilikan
tersebut relatif sulit untuk dilakukan. Klasifikasi dari barang dalam
persediaan mencakup: (i) barang yang ada pada suatu entitas dan merupakan
miliknya; (ii) barang yang ada pada suatu entitas tapi buka miliknya; dan (iii)
barang milik suatu entitas tapi tidak ada di entitas tersebut. Pada klasifikasi
kedua dan ketiga sering kali suatu entitas mengalami kesulitan dalam menentukan
perpindahan hak kepemilikan atas barang. Kesulitan penentuan tersebut terjadi
pada barang dalam transit dan barang konsinyasi.
a)
Barang dalam
Transit
Dalam
proses pembelian barang, dapat saja terjadi di mana barang masih berada pada
posisi transit –belum diterima oleh pembeli tetapi sudah dikirim oleh penjual-
pada akhir periode fiskal. Pada dasarnya suatu barang diakui sebagai barang
persediaan oleh suatu entitas yang memiliki tanggung jawab finansial terhadap
biaya transportasi. Tanggung jawab finansial ini dapat diindikasikan dari
istilah pengiriman (shipping term) yang biasanya diistilahkan sebagai free
on board (FOB).
Apabila
barang dikirim dengan shipping term FOB Destination, maka biaya
transportasi akan dibayar oleh penjual dan hak kepemilikan tidak beralih hingga
pembeli menerima barang tersebut, sehingga pengakuan persediaan tetap berada
pada penjual selama periode transit. Dalam praktiknya, istilah FOB menggunakan
lokasi spesifik di mana hak kepemilikan atas barang akan dialihkan.
b)
Penjualan
Konsinyasi
Sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan penjualan, banyak perusahaan yang saat ini
menggunakan metode konsinyasi dalam penjualannya. Perusahaan ritel sering kali
menerima barang-barang konsinyasi untuk dijual. Pada kerja sama penjualan
konsinyasi ini pemilik barang (consignor) mengirim barang kepada penjual
(consignee), di mana penjual setuju untuk menerima barang tanpa ada
kewajiban apa pun, kecuali perawatan dan penjagaan terhadap kehilangan dan
kerusakan, hingga barang tersebut terjual kepada pihak lain.
Barang
konsinyasi akan tetap menjadi milik pemilik barang dan pemilik barang tetap
akan mencatat barang tersebut pada persediaannya. Pihak penjual yang dititipkan
barang tersebut tidak mengakui barang itu dalam persediaannya. Pengungkapan
yang memadai dalam laporan keuangan dilakukan oleh pemilik barang dengan
mengungkapkan jumlah barang yang dikonyasikan.
c)
Barang atas
Penjualan dengan Perjanjian Khusus
Sering
kali dalam perjanjian penjualan barang, perusahaan harus melihat subtansi atas
penjualan tersebut. Ketika transaksi penjualan dilakukan dan hak kepemilikan
telah beralih, maka seharusnya risiko dan manfaat dari kepemilikan juga beralih
dari penjual kepada pembeli. Namun, demikian dapat terjadi di mana penjual
masih memegang risiko dan manfaat dari kepemilikan atas barang tersebut. Dalam
kondisi tersebut maka penjual masih harus mengakui kepemilikannya atas barang
tersebut dan tidak terjadi pengurangan atas persediaan penjual. Beberapa
perjanjian khusus yang memerlukan evaluasi atas pengalihan risiko dan manfaat
dari penjual kepada pembeli di antaranya adalah penjualan dengan perjanjian
pembelian kembali, penjualan dengan tingkat pengembalian yang tinggi, dan
penjualan dengan cicilan.
Pada
penjualan dengan perjanjian pembelian kembali maka pembeli tidak dapat mengakui
perjanjian tersebut sebagai penjualan dan tidak mengurangi barang tersebut dari
pesediaannya. Untuk penjualan dengan tingkat pengembalian tinggi maka penjual
memiliki dua pilihan, pertama adalah mencatat penjualan pada nilai penuh dan
membentuk akun penyisihan atas estimasi pengembalian penjualan, kedua adalah
tidak mencatat adanya penjualan hingga dapat diperkirakan tingkat pengembalian
oleh pembeli. Ketika tingkat pengembalian tidak dapat diperkirakan maka penjual
tidak dapat mengakui penjualan dan tidak mengeluarkan barang tersebut dari
persediaannya. Sedangkan untuk penjualan dengan cicilan maka penjual akan
mengakui adanya penjualan dan mengeluarkan penjualan dari persediaannya apabila
dapat diestimasikan secara baik nilai persentase kemungkinan penjualannya tidak
tertagih.
2.
Pengukuran
Persediaan
Salah satu masalah utama terkait dengan persediaan adalah mengukur
nilai persediaan tersebut. PSAK 14 (Revisi 2008) menyatakan bahwa persediaan
diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai biaya yang termasuk dalam persediaan,
rumus biaya yang dapat digunakan oleh suatu entitas yang mencerminkan asumsi
arus biaya yang mencerminkan pengeluaran biaya persediaan, metode nilai
realisasi neti, dan metode lainnya.
a.
Biaya
persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi,
dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi
saat ini.
a)
Biaya Pembelian
Biaya pembelian persediaan meliputi
harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagihkan
kembali kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan lainnya
yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan
jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam
menentukan biaya pembelian.
b)
Biaya Konversi
Biaya konversi merupakan biaya yang
timbul untuk memproduksi bahan baku menjadi barang jadi atau barang dalam
produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit
yang diproduksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya overhead produksi yang
bersifat tetap ataupun variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi
barang jadi. Untuk biaya overhead yang bersifat variabel, maka biaya tersebut
dialokasikan pada setiap unit produksi atas dasar penggunaan aktual fasilitas
produksi. Sedangkan biaya overhead tetap dialokasikan berdasarkan kapasitas
fasilitas produksi normal. Apabila suatu entitas mengalami produksi yang
rendah, maka pengalokasian jumlah overhead tetap per unit produksi tidak
bertambah dan overhead yang tidak teralokasi diakui sebagai beban pada periode
terjadinya. Sebaliknya apabila suatu entitas mengalami produksi yang tinggi di
luar normalitas produksinya, maka jumlah overhead tetap yang dialokasikan pada
tiap unit produksi menjadi berkurang sehingga persediaan tidak diukur di atas
biayanya.
c)
Biaya Lainnya
Biaya lain yang dapat dibebankan
sebagai biaya persediaan adalah biaya yang timbuk agar persediaan tersebut
berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Yang termasuk biaya lainnya misalnya
biaya desain dan biaya praproduksi yang ditunjukan untuk konsumen yang
spesifik. Sedangkan biaya-biaya seperti penelitian dan pengembangan, biaya
administrasi dan penjualan, biaya pemborosan, biaya penyimpanan tidak dapat
dibebankan sebagai biaya persediaan.
b.
Sistem
Pencatatan Persediaan dan Asumsi Arus Biaya
Sistem periodik merupakan sistem pencatatan persediaan di mana
kuantitas persediaan ditentukan secara periodik yaitu hanya pada saat
perhitungan fisik yang biasanya dilakukan secara stop opname. Sedangkan
sistem perpetual merupaka sistem pencatatan persediaan di mana pencatatan yang up-to-date
terhadap barang persediaan selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai
persediaan.
Asumsi arus biaya yang digunakan oleh suatu entitas ini dapat saja
berbeda dengan asumsi arus fisik dari barang persediaannya. Standar akuntansi
tidak mengatur bahwa suatu entitas harus memilih asumsi arus biaya yang sesuai
dengan arus fisik persediaan. Pada dasarnya suatu entitas akan mempertimbangkan
dampak pemilihan asumsi arus biaya tersebut dalam laporan laba rugi. Terdapat
tiga alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh suatu entitas terkait dengan
asumsi arus biaya, yaitu: metode identifikasi khusus, masuk pertama keluar
pertama, rata-rata tertimbang.
a)
Metode
Identifikasi Khusus
Identifikasi
khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang diatribusikan ke unit persediaan
tertentu. Berdasarkan metode ini maka suatu entitas harus mengidentifikasikan
barang yang dijual dengan tiap jenis persediaan secara spesifik. Metode ini
pada dasarnya merupakan metode yang paling ideal karena terdapat kecocokan
antara biaya dan pendapatan (matching cost against revenue), tetapi
karena dibutuhkan pengidentifikasian barang persediaan secara satu persatu,
maka biasanya metode ini hanya diterapkan pada suatu entitas yang memiliki
persediaan sedikit, nilainya tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain,
seperti galeri lukisan. Dengan menggunakan metode identifikasi khusus maka
perhutungan persediaan menggunakan sistem perpertual akan sama dengan
perhitungan dengan menggunakan sistem periodik. Hal ini karena dengan sistem
identifikasi khusus nilai persediaan dikaitkan secara spesifik terhadap unit
barang tertentu. Contoh dari entitas yang menggunakan metode ini adalah
perusahaan yang menjual permata/perhiasan, barang antik atau barang seni, mobil
mewah, dan lain sebagainya.
b)
Metode Biaya Masuk
Pertama Keluar Pertama
Metode masuk pertama keluar pertama
(MPKP) atau First In First Out (FIFO) mengasumsikan unit persediaan yang
pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang
tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian.
Metode ini merupakan metode yang relatif konsisten dengan arus fisik dari
persediaan terutama untuk industri yang memiliki perputaran persediaan tinggi.
Salah satu kelebihan metode ini
adalah dari sisi relevansi nilai persediaan yang disajikan dalam Laporan Posisi
Keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan niali persediaan yang disajikan
merupakan nilai yang didasarkan pada harga yang paling kini. Pengguaan metode
ini menghasilkan Laporan Posisi Keuangan yang sesuai dengan nilai kini
perusahaan. Sedangkan kelemahan dari penggunaan metode ini adalah tidak
merefleksikan nilai laba yang paling akurat karena metode ini kurang cocok
antara biaya dengan pendapatan. Dalam metode ini, biaya persediaan mengacu pada
harga pembelian yang lebih dulu, sehingga biaya tersebut tidak cocok dengan
pendapatan yang diperoleh perusahaan. Signifikansi dari ketidakcocokan ini akan
bergantung pada tingginya perputaran persediaan perusahaan dan cepatnya
perubahan harga barang. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan dan harga
barang mengalami inflasi tinggi dalam waktu yang cepat, maka laba yang dicatat
perusahaan dapat menjadi lebih besar dari yang sesungguhnya (overstated).
c)
Metode
Rata-Rata Tertimbang
Metode rata-rata tertimbang
digunakan dengan menghitung biaya setiap unit berdasarkan biaya rata-rata
tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya unit serupa yang
dibeli atau diproduksi selama satu periode. Perusahaan dapat menghitung
rata-rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman.
Untuk menghitung biaya persediaan
dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang ini terlebih dahulu harus
dihitung biaya rata-rata per unit yaitu dengan membagi biaya barang yang
tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual. Persediaan akhir
dan beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata tersebut.
c.
Nilai Realisasi
Neto dan Penurunan Nilai Persediaan
Persediaan ditukar berdasarkan nilai yang lebih rendah antara nilai
yang berdasarkan biaya dan nilai realisasi neto (net realizable value-NRV).
Nilai realisasi neto merupakan estimasi harga jual dalam kegiatan usaha bisa
dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk
membuat penjualan. Persediaan akan dimulai pada nilai realisasi netonya apabila
biaya persediaan (yang didapat dari penggunaan metode identifikasi khusus,
MPKP, atau rata-rata) lebih tinggi dari estimasi nilai yang akan diperoleh
kembali. Nilai persediaan biasanya diturunkan ke nilai realisasi neto secara
terpisah untuk setiap unit dalam persediaan. Namun demikian, dalam beberapa
kondisi, penurunan nilai persediaan mungkin lebih sesuai jika dihitung terhadap
kelompok unit yang serupa atau berkaitan.
Penurunan nilai menjadi niali realisasi neto ini mungkin saja
terjadi apabalia barang persediaan mengalami kerusakan, seluruh atau sebagian
persediaan telah usang, atau harga jualnya telah turun. Selain itu, biaya
persediaan juga tidak akan diperoleh kembali (persediaan akan mengalami
penurunan nilai) ketika estimasi biaya penyelesaian atau estimasi biaya untuk
membuat penjualan telah meningkat. Praktik penurunan nilai persediaan di bawah
biaya menjadi nilai ralisasi neto ini konsisten dengan penyajian nilai
persediaan yang relevan dengan nilai ekonomis yang sesungguhnya di mana aset
seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat direalisasi
dari penjualan atau penggunaannya.
Ketika suatu entitas memiliki kelompok prodyk yang sejenis,
penerapan penilaian persediaan dengan menggunakan metode nilai yang lebih
rendah antara nilai yang berdasarkan biaya dan nilai realisasi neto dapat
diterapkan untuk barang secara individual maupun kelompok.
Dengan menggunakan metode kerugian, entitas dapat pula menggunakan
akun penyisihan selain mengkredit akun persediaan, dengan nama akun “penyisihan
penurunan nilai persediaan pada NRV”. Dengan menggunakan akun penyisihan ini
maka nilai persediaan yang disajika pada laporan posisi keuangan adalah nilai
persediaan yang berdasarkan NRV di mana nilai tersebut adalah nilai persediaan
berdasarkan biaya dikurangi dengan penyisihan.
Penilaian terhadap nilai realisasi neto suatu entitas harus
dilakukan secara berkala. Dimungkinkan terjadi kondisi di mana terdapat
peningkatan nilai realisasi neto. Apabila suatu entitas telah melakukan penurunan
nilai persediaan, dan pada periode selanjutnya terdapat peningkatan nilai
realisasi neto, maka jumlah penurunan nilai harus dibalik (jumlah pemulihan
yang dapat dilakukan adalah sebatas jumlah penurunan nilai awal) sehingga
jumlah tercatat baru bagi persediaan adalah nilai yang terendah dari biaya atau
nilai realisasi neto yang telah direvisi. Pembalikan nilai penurunan tersebut
dicatat dengan mendebit akun pentisihan dan mengkredit akun pembalikan kerugian
persediaan.
Jika suatu entitas menjual persediaannya, maka nilai tercatat dari
persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya
pendapatan atas penjualan tersebut. Apabila terdapat penurunan nilai persediaan
dari nilai biaya menjadi nilai realisasi neto, maka kerugian atas penurunan
nilai persediaan tersebut diakui sebagai beban pada periode terjadinya
penurunan. Apabila terjadi pemulihan atas penurunan nilai, maka diakui sebagai
pengurahan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan.
3.
Penggunaan
Metode Lain Dalam Valuasi Persediaan
a.
Metode Laba
Bruto
Metode ini menghitung persediaan dengan mengestimasikan jumlah
persediaan akhir berdasarkan nilai barang yang tersedia untuk dijual,
penjualan, dan persentase laba bruto. Metode ini biasanya dipakai untuk mengestimasikan
nilai persediaan ketika entitas mengalami kebakaran atau bencana alam yang
merusak sebagian besar persediaan perusahaan.
b.
Metode Ritel
Metode ritel merupakan metode pengukuran nilai persediaan dengan
menggunakan rasio biaya untuk menurunkan nilai persediaan akhir yang dinilai
berdasarkan nilai ritelnya menjadi nilai biaya. Metode ini banyak dipakai oleh
entitas perdagangan yang memiliki banyak sekali jenis barang dengan nilai per
barangnya tidak besar seperti supermarket dan departement store. Entitas
perdagangan dapat menghitung persediaan fisik pada harga ritel atau
mengestimasi persediaan akhir ritel dan kemudian menggunakan rasio cost-to-retail
untuk mengestimasikan nilai persediaan pada nilai biaya. Karenanya, metode
ritel ini juga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai persediaam untuk
keperluan pelaporan keuangan interim apabila perusahaan tidak melakukan stock
opname. Metode ritel ini dapat digunakan dalam asumsi arus biaya yang telah
dijelaskan sebelumnya yaitu MPKP atau biaya rata-rata.
Daftar Pustaka
Martani, Dwi., Sylvia Veronica Siregar., dkk. 2016. Akuntansi Keuangan Menengah. Edisi 2
Buku 1. Jakarta : Salemba
Empat
Ini post pertamaku semoga bermanfaat
BalasHapus