Makalah Akuntansi Pajak Penghasilan dan Imbalan

A.     AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasialn merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan perusahaan Jumlah beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang harus diakui dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan (ii) pajak tangguhan (deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur dalam PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik dan  bagi perusahaan lainnya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/ DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara UU Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences).
1.      Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
a)      Penghasilan yang telah dipotong PPh final
b)      Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
c)      Pengeluaran termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
d)      Pengeluaran yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final, uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah, beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan pembayaran prermium asuransi jiwa.
2.      Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasila kena pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
a)      Perbedaan Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada penghasilan kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat pada neraca sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL). Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :
1)      Metode penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan perpajakan menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial reporting) menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya
2)      Keuntungan yang belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut akan diakui untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan keuntungan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
3)      Perbedaan metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan.
b). Perbedaan  yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
1)         Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat periode perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.
2)         Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense) akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi, namun akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
3)         Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual dibandingkan dengan realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna usaha dengan hak opsi dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.
Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak .
3. Alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
a.             Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya. Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.
b.            Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan. Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
c.             Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode yang bersangkutan. Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.
4.      Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :
a.       Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.

b.      Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
5.      Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
a.       Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang berlainan. Beberapa trransaksi yang menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :
1)      Pendapatan atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
2)      Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode % penyelesaian, Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode equity, Pajak à metode Harga Pokok)
3)      Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus, Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh : Taksiran biaya garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
b.      Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan bunga dari deposito berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan, Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada periode yang bersangkutan.
B. IMBALAN KERJA
Imbalan kerja tidak hanya mencakup upah, gaji, dan tunjangan seperti cuti sakit dan perawatan medis tetapi juga imbalan pasca kerja seperti pensiun. Bab ini membahas secara detail atas perlakuan akuntansi imbalan kerja berasarkan IAS 19. Metode proyeksi unit kredit serta pengakuan dan pengukuran keuntungan dan kerugian aktuarial akan diilutrasikan di bab ini. Selain program pensiun, program imbalan pasca kerja dapat dioperasikan sebagai program iuran pasti. Apa perbedaan dalam perlakuan akuntansi untuk kedua jenis program pensiun tersebut?
Imbalan kerja yang dicakup oleh IAS 19 adalah imbalan kerja yang disediakan melalui[3] :
1.      Program resmi atau perjanjian formal lainnya antara suatu entitas dan individu karyawan, kelompok, karyawan atau wakil mereka
2.      Diibawah persyaratan legislatif, atau peraturan industri, dimana entitas diwajibkan untuk berkontibusi bagi negara, negara, industri atau program multi karyawan
3.      Praktik – praktik informal yang menimbulkan kewajiban konstruktif
Imbalan kerja adalah semua bentuk imbalan yang diberikan oleh entitas dalam pertukaran untuk layanan yang diberikan oleh karyawan atau pemutusan hubungan kerja, dan meliputi:
1.      Imbalan kerja jangka pendek bagi karyawan, seperti upah dan gaji
2.      Pesangon
3.      Imbalan pasca kerja seperti pensiun dan manfaat pensiun lainnya, dan
4.      Imbalan kerja jangka panjang lainnya seperti cuti panjang layanan.

1.      Jenis – Jenis Imbalan Kerja
Imbalan kerja mencakup imbalan yang diberikan kepada karyawan atau tanggungan mereka. Suatu entitas dapat melunasi imbalan kerja dengan pembayaran (atau penyediaan barang dan jasa) dilakukan secara langsung kepada karyawan, untuk pasangan mereka, anak – anak mereka atau entitas lain, seperti perusahaan asuransi. Untuk keperluan IAS 19, yang dimaksud karyawan termasuk direksi dan personel manajerial lainnnya.
A.     Imbalan Kerja Jangka Pendek
Imbalan kerja jangka pendek (short-term employee benefits) adalah imbalan kerja (selain pesangon pemutusan hubungan kerja) yang dharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum 12 bulan stelah akhir periode pelaporan tahunan dimana karyawan memberikan jasa terkait.
Imbalan kerja jangka pendek meliputi item seperti:
1)      Upah, gaji, dan kontribusi jaminan sosial
2)      Pembayaran absensi jangka pendek (seperti cuti tahunan dan cuti sakit) dimana kompensasi untuk cuti harus diselesaikan dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode dimana karyawan memberikan pelayanan terkait
3)      Pembagian keuntungan dan bonus dibayarkan dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode dimana karyawan memberikan jasa terkait dan
4)      Imbalan bukan uang (seperti perawatan kesehatan, perumahan, mobil dan barang atau jasa gratis atau barang – barang subsidi) bagi karyawan saat ini.
Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana. Hal ini disebabkan karena selain tidak memerlukan perhitungan aktuaria, imbalan kerja jenis ini bersifat jangka pendek sehingga tidak didiskontokan. Seluruh nilai imbalan yang menjadi hak karyawan diakui sebagai beban., kecuali jika imbalan tersebut termasuk dalam biaya produksi persediaan atau perolehan aset tetap, maka harus dikapitalisasi sesuai ketentuan pada PSAK 14 (Revisi 2008) persediaan dan PSAK 16 (Revisi 2011) aset tetap. Jika terdapat imbalan yang terutang maka akan diakui sebagai liabilitas.
Perlakuan akuntansi khusus diterapkan pada cuti berimbalan dan bagi laba dan bonus. Cuti berimbalan adalah hak cuti yang memberikan kompensasi berupa imbalan. Cuti berimbalan ada yang dapat diakumulasikan, yaitu dapat digunakan di masa depan jika cuti tahun ini tidak diambil sleuruhnya. Banyak praktik yang terjadi terkait cuti berimbalan di berbagai perusahaan. Pada sebagian program, imbalan diberikan jika cuti tersebut diambil, sehingga karyawan yang mengambil cuti juga akan mendapatkan kompensasi. Sementara pada program lain, imbalan akan diterima jika karyawan tidak mengambil cuti. Prinsipnya adalah perusahaan harus mengakui beban sebesar perkiraan:
1.      Imbalan yang akan diterima pada saat pekerja memberikan jasa yang menambah hak cuti berimbalandi masa depan, jika cuti boleh diakumulasi dan
2.      Imbalan yang diterima pada saat cuti terjadi, jika cuti tidak boleh diakumulasi
Contoh kasus cuti berimbalan
PT Cutiria memiliki 30 orang karyawan dimana setiap karyawan berhak atas 6 hari cuti berimbalan dalam 1 tahun. Setiap karyawan yang cuti akan mendapatkan imbalan sebesar Rp750.000 per hari. Pada tahun 2016, 20 karyawan sudah mengambil penuh hak cuti berimbalan, sedangkan 10 karyawan baru mengambil 5 hari. Jika cuti berimbalan tersebut tidak dapat diakumulasikan, maka pada tahun 2016 PT Cutiria akan mengakui beban sebesar Rp76.500.000 yaitu:
20 karyawan × 6 hari
= 120 hari
10 karyawan × 5 hari
= 50 hari
Jumlah hari
= 170 hari
Beban (@Rp450.000)
=Rp76.500.000
Jurnal yang dicatat PT Cutiria tahun 2016 adalah :

Beban imbalan kerja-Cuti berimbalan
76.500.000
Kas
76.500.000




Jika cuti berimbalan tersebut dapat diakumulasikan, maka pada tahun 2016 PT Cutiria akan mengakui tambahan beban dan liabilitas sebesar Rp4.500.000, dimana penghitungannya (10 karyawan × 1 hari) ×  Rp450.000 = Rp4.500.000. sehingga beban yang diakui tahun 2016 menjadi Rp81.000.000.
B.     Pesangon
Sesuai dengan Undang-undnag No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada saat pemutusan kontrak kerja (PKK), perusahaan diwajibkan membayar uang pesangon dan/ uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi karyawan. Besarnya uang pesangon tersebut dihitung berdasarkan masa kerja. Jadi, pesangon adalah imbalan terutang akibat PKK, baik yang berasal dari keputusan perusahaan (diberhentikan) ataupun keputusan karyawan atas tawaran perusahaan (sukarela). Pembayaran pesangon haruslah dalam bentuk tunai, kecuali karyawan menyetujui pembyaran dalam bentuk nontunai[4].

Perusahaan mengakui pesangon sebagai liablitas dan beban pada tanggal yang lebih awal diantara:
1)      Ketika penawaran atas imbalan tersebut tidak dapat ditarik kembali
2)      Ketika biaya- biaya terkait restrukturisasi telah diakui sesuai PSAK 57 (Revisi 2009) Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi.
Perusahaan dikatakan tidak dapat lagi menarik pesangon yang ditawarkan secara sukarela pada waktu yang lebih awal antara lain :
1)      Ketika pekerja menerima tawaran
2)      Ketika pembatasan (misalnya : persyaratan hukum, peraturan atau kontraktual atau pembatasan lainnya) atas kemampuan entitas untuk menarik tawaran berlaku.
Jika pesangon terutang sebagai akibat dari keputusan perusahaan, maka perusahaan tidak dapat lagi menarik tawaran ketika perusahaan telah mengomunikasikan kepada pekerja yang terkena dampak. Pengukuran nilai pesangon sama dengan imbalan kerja jangka pendek (tak-terdiskonto), kecuali jika pesangon PKK jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan setelah periode pelaporan, maka diterapkan seperti imbalan kerja jangka panjang lainnya (terdiskonto). Pesangon hanya terkait pertukaran jasa dimasa depan.
C.     Imbalan Pascakerja
Istilah imbalan pasca kerja dikenal sehari-hari dengan nama pensiun. Namun imbalan pascakerja tidak hanya mencakup pensiun, tapi semua imbalan yang akan diterima karyawan setelah masa kerja selesai, seperti asuransi dan tunjangan kesehatan pascakerja. Jadi, imbalan pascakerja adalah imbalan kerja yang disediakan perusahaan (selain pesangon) dan akan diberikan kepada pekerja setelah menyelesaikan masa kerjanya. Pesangon bukan merupakan imbalan pascakerja karena karyawan berhenti sebelum masa kerja normalnya.

D.     Imbalan Kerja Jangka Panjang
Imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan pesangon) yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasanya. Imbalan ini dapat meliputi cuti berimbalan jangka panjang dan imbalan cacat permanen serta bonus dan kompensasi lainnyayang dibayarkan lebih dari 12 bulan sejak akhir periode pelaporan. Berbeda dengan imbalan pascakerja, imbalan kerja jangka panjang lainnya dibayarkan kepada pekerja selagi masih bekerja. Contoh lain dari program ini adalah cuti sabatikal, penghargaan masa kerja , imbalan cacat permanen, dan lain-lain.

Untuk imbalan kerja jangka pnjang, perusahaan menghitung total nilai netto dari jumlah berikut:
1.      Biaya jasa
2.      Biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto
3.      Pengukuran kemblai dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto
Nilai neto tersebut diakui didalam laba rugi (kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset).
a.       Imbalan Pasca Kerja
1.      Program iuran pasti
PSAK 24 (Reviisi 2010) menyatakan bahwa program iuran pasti adalah suatu program imbalan pascakerja dimana pemberi kerja membayar iurang sebesar jumlah yang sudah ditetapkan kepada dana pensiun, namun jumlah imbalan yang akan dibayarkan tidak ditentukan karena tergantung dari ketersediaan aset program. Pada program ini, pemberi kerja tidak memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika dana pensiun tidak memiliki aset (dana) yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja terkait dengan jasa yang diberikan oleh pekerja pada periode berjalan dan periode sebelumnya.
Pada program ini, pemberi kerja (perusahaan) akan membayar iuran atas periode (biasanya bulanan) ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada perusahaan. Seluruh iuran yang jatuh tempo untuk bulan tersebut dicatat sebagai beban, kecuali jika dapat dicatat sebagai perolehan aset sesuai ketentuan pada PSAK 14 (revisi 2008) dan 16 (revisi 2011). Jika perusahaan telah membayar seluruh iuran yang jatuh tempo untuk bulan tersebut, maka tidak ada liabilitas yang diakui pada bulan tersebut. Namun jika perusahaan belum membayar atau baru membayar sebagian dari iuran yang telah jatuh tempo maka tas jumlah yang belum dibayar diakui sebagai liabilitas.
Misal pada bulan juni 2016, iuran pensiun yang harus dibayar oleh PR Cutiria untuk bulan tersebut adalah Rp18.000.000. jika PT Cutiria membayar seluruh iuran tersebut maka jurnal yang dicatat oleh PT Cutiria untuk bulan juni adalah sebagai berikut
                        Beban              `                       18.000.000
                                    Kas                                          18.000.000
PT Cutiria baru membayar Rp8.000.000 atas iuran tersebut hingga akhir bulan juni 2016. Maka jurnal yang dicatat oleh PT Cutiria untuk bulan juni sebagai berikut:
                        Beban                                      18.000.000
                                    Kas                                          8.000.000
                                    Liabilitas                                  10.000.000
Dalam contoh diatas , iuran seluruhnya jatuh tempo dalam 1 bulan (kurang dari 12 bulan) sehingga nilainya tidak didiskontokan.

2.      Program imbalan pasti
PSAK 24 (revisi 2010) menyatakan bahwa program iuran pasti adalah suatu program imbalan pasca kerja dimana pemberi kerja wajib membayar sesuai dengan imbalan yang disepakati bagi pekerja saat selesai masa kerja nanti. Perusahaan memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika dan pensiun tidak memiliki aset (dana) yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja sebesar nilai yang telah disepakati.

Perlakuan akuntansi atas program imbalan pasti telah mengalami revisi sesuai ketentuan pada PSAK 24 (revisi 2013) yang menggantikan PSAK 24 (revisi 2010). Akuntansi untuk program imbalan pasti lebih kompleks karena membutuhkan adanya asumsi aktuaria untuk mengukur liabilitas dan beban yang harus diakui, serta kemungkinan menimbulkan keuntungan dan kerugian aktuarial.



[3] Dwi Martani, dkk.2017.Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK.Jakarta:Salemba Empat
[4] Dwi Martani, dkk.2017.Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK.Jakarta:Salemba Empat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Instrumen Keuangan, Kas, Piutang Dan Persediaan

Makalah Investasi Sebagai Instrumen Ekuitas Dan Hutang

Makalah Liabilitas Jangka Pendek dan Liabilitas jangka panjang