Makalah Akuntansi Pajak Penghasilan dan Imbalan
A.
AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak
penghasialn merupakan beban yang timbul karena diberlakukannya peraturan
perpajakan kepada dunia usaha pada negara tertentu dan beban pajak penghasilan
ini memiliki jumlah yang material dalam laporan keuangan perusahaan Jumlah
beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) yang harus diakui
dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode terdiri dua unsur utama
yaitu (i) pajak kini (current tax), yaitu jumlah pajak pada satu periode dan
(ii) pajak tangguhan (deffered tax).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak ppenghasilan diatur
dalam PSAK No. 46 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan
yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik
dan bagi perusahaan lainnya dimulai pada
atau setelah 1 Januari 2001, PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan
akuntansi pajak penghasilan melalui pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian
pengungkapan pajak penghasilan dan pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan
(deffered Tax Liabilities/ DTL) dan atau aset pajak tangguhan (Deferrred Tax
Asset/DTA) dalam laporan keuangan perusahaan. Pengakuan atas DTL atau DTA
muncul akibat adanya perbedaan temporer antara UU Perpajakan dengan SAK
(Standar Akuntansi Keuangan).
Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai
dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus
menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral
Pajak, sesuai dengan keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Badan (SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan
ketentuan perpajakan banyak memiliki perbedaan, penentu laba akuntansi
(financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable income)
juga seringkali menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi menjadi dua macam
yaitu perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan perbedaan temporer/
sementara (Temporary Differences).
1. Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang
Perpajakan yang menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak
penghasilan tidak kena pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang
tidak boleh dikurangkan (non deductible expense). Jenis Perbedaan Tetap yaitu:
a)
Penghasilan
yang telah dipotong PPh final
b)
Penghasilan
yang bukan merupakan objek pajak
c)
Pengeluaran
termasuk dalam beban yang tidak boleh dikurangkan
d)
Pengeluaran
yang tidak termasuk dalam beban yang boleh dikurangkan
Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena
bersifat final, uang yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima
dari obligasi pemerintah, beban entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti
yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan pembayaran prermium asuransi
jiwa.
2. Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan
kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di
masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba
akuntansi dan penghasila kena pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer
dibagi menjadi dua:
a)
Perbedaan
Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang
menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode
mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat
kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pajak penghasilan yang diharapkan akan
dibayar pada penghasilan kena pajak tambahan di masa mendatang akan dicatat
pada neraca sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities/DTL).
Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :
1)
Metode
penjualan pencicilan (Installment sales method), untuk tujuan perpajakan
menggunakan dasar kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan (financial reporting)
menggunakan dasar akrual untuk pengakuan pendapatan penjualannya
2)
Keuntungan yang
belum direalisasi untuk trading securities, keuntungan tersebut akan diakui
untuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan keuntungan
akan diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.
3)
Perbedaan
metode penyusunan aset tetap untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan.
b). Perbedaan yang
boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalah perbedaan temporer
yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba
fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai
tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan
yang diharapkan ini akan dicatat pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan
(Deffered Tax Asset/ DTA). Contoh-contoh aset pajak tangguhan:
1)
Pendapatan
diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat periode
perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan
pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.
2)
Beban garansi
(Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense) akan
dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi, namun
akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
3)
Kerugian yang
belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan diakui utnuk
tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan diakui pada
saat sekuritas tersebut dijual.
Jenis perbedaan temporer yaitu penyisihan/ akual dibandingkan dengan
realisasinya, penyusutan dan amortisasi, aset sewa guna usaha dengan hak opsi
dibandingkan dengan sewa menyewa biasa.
Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya
bagi perusahaan. Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan
laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses
untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan
disebut Alokasi Pajak .
3. Alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
a.
Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar
SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu
periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang
Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak
yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan
terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya.
Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada
tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana
selisih perhitungan pajak terjadi.
b.
Liability
Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif
pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan
dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang
selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak
penghasilan. Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang
sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk
Pajak yang Dibayar Dimuka.
c.
Net of Tax
Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak
dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi –
Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus
dibayar untuk periode yang bersangkutan. Selisih yang terjadi karena adanya
perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan dalam suatu
rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau
hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.
4.
Prinsip –
Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak
bisa mencakup dua hal :
a.
Interperiod
Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu
dengan periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak
penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan
terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
b.
Intraperiod
Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena
adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba
atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda
dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) Karena Undang-Undang
Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan
terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod
Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih
dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
5.
Alokasi Pajak
Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa
kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan
Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur
Alokasi Pajak Antar Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya
perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan
yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
a.
Perbedaan Waktu
(Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang
diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi
diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode
yang berlainan. Beberapa trransaksi yang menyangkut perbedaan waktu tersebut
antara lain :
1)
Pendapatan atau
laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih
awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh : Pendapatan Sewa,
Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
2)
Pendapatan atau
laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir
daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk Penjualan
Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi à metode % penyelesaian,
Pajak à Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari investasi
pada perusahaan afiliasi (Akuntansi à metode equity, Pajak à metode Harga
Pokok)
3)
Biaya atau rugi
yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal
dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan
pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus,
Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar
perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya.
Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada
pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk
tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva
tetap ybs. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba
kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh :
Taksiran biaya garansi dan hadiah. Taksiran rugi penurunan nilai persediaan,
kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan
nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau
kontingensi
b.
Perbedaan
Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan
laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan
bunga dari deposito berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian,
Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan, Biaya kompensasi karyawan yang
dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs.
Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan
akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah
terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau
tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya.
Sehingga apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan
dibebankan seluruhnya kepada periode yang bersangkutan.
B. IMBALAN KERJA
Imbalan kerja tidak hanya mencakup upah, gaji,
dan tunjangan seperti cuti sakit dan perawatan medis tetapi juga imbalan pasca
kerja seperti pensiun. Bab ini membahas secara detail atas perlakuan akuntansi
imbalan kerja berasarkan IAS 19. Metode proyeksi unit kredit serta pengakuan
dan pengukuran keuntungan dan kerugian aktuarial akan diilutrasikan di bab ini.
Selain program pensiun, program imbalan pasca kerja dapat dioperasikan sebagai
program iuran pasti. Apa perbedaan dalam perlakuan akuntansi untuk kedua jenis
program pensiun tersebut?
Imbalan kerja yang dicakup oleh IAS 19 adalah
imbalan kerja yang disediakan melalui[3] :
1. Program resmi atau perjanjian
formal lainnya antara suatu entitas dan individu karyawan, kelompok, karyawan
atau wakil mereka
2. Diibawah persyaratan legislatif,
atau peraturan industri, dimana entitas diwajibkan untuk berkontibusi bagi
negara, negara, industri atau program multi karyawan
3. Praktik – praktik informal yang
menimbulkan kewajiban konstruktif
Imbalan kerja adalah semua
bentuk imbalan yang diberikan oleh entitas dalam pertukaran untuk layanan yang
diberikan oleh karyawan atau pemutusan hubungan kerja, dan meliputi:
1. Imbalan kerja jangka pendek
bagi karyawan, seperti upah dan gaji
2. Pesangon
3. Imbalan pasca kerja seperti
pensiun dan manfaat pensiun lainnya, dan
4. Imbalan kerja jangka panjang
lainnya seperti cuti panjang layanan.
1. Jenis – Jenis Imbalan Kerja
Imbalan kerja mencakup imbalan
yang diberikan kepada karyawan atau tanggungan mereka. Suatu entitas dapat
melunasi imbalan kerja dengan pembayaran (atau penyediaan barang dan jasa)
dilakukan secara langsung kepada karyawan, untuk pasangan mereka, anak – anak
mereka atau entitas lain, seperti perusahaan asuransi. Untuk keperluan IAS 19,
yang dimaksud karyawan termasuk direksi dan personel manajerial lainnnya.
A. Imbalan Kerja Jangka Pendek
Imbalan kerja jangka
pendek (short-term employee benefits) adalah imbalan kerja (selain pesangon
pemutusan hubungan kerja) yang dharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum
12 bulan stelah akhir periode pelaporan tahunan dimana karyawan memberikan jasa
terkait.
Imbalan kerja jangka
pendek meliputi item seperti:
1) Upah, gaji, dan kontribusi
jaminan sosial
2) Pembayaran absensi jangka
pendek (seperti cuti tahunan dan cuti sakit) dimana kompensasi untuk cuti harus
diselesaikan dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode dimana karyawan
memberikan pelayanan terkait
3) Pembagian keuntungan dan bonus
dibayarkan dalam waktu 12 bulan setelah akhir periode dimana karyawan
memberikan jasa terkait dan
4) Imbalan bukan uang (seperti
perawatan kesehatan, perumahan, mobil dan barang atau jasa gratis atau barang –
barang subsidi) bagi karyawan saat ini.
Perlakuan akuntansi atas
imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana. Hal ini disebabkan karena selain
tidak memerlukan perhitungan aktuaria, imbalan kerja jenis ini bersifat jangka
pendek sehingga tidak didiskontokan. Seluruh nilai imbalan yang menjadi hak
karyawan diakui sebagai beban.,
kecuali jika imbalan tersebut termasuk dalam biaya produksi persediaan atau
perolehan aset tetap, maka harus dikapitalisasi sesuai ketentuan pada PSAK 14
(Revisi 2008) persediaan dan PSAK 16 (Revisi 2011) aset tetap. Jika
terdapat imbalan yang terutang maka akan diakui sebagai liabilitas.
Perlakuan akuntansi khusus
diterapkan pada cuti berimbalan dan bagi laba dan bonus. Cuti berimbalan adalah
hak cuti yang memberikan kompensasi berupa imbalan. Cuti berimbalan ada yang
dapat diakumulasikan, yaitu dapat digunakan di masa depan jika cuti tahun ini
tidak diambil sleuruhnya. Banyak praktik yang terjadi terkait cuti berimbalan
di berbagai perusahaan. Pada sebagian program, imbalan diberikan jika cuti
tersebut diambil, sehingga karyawan yang mengambil cuti juga akan mendapatkan
kompensasi. Sementara pada program lain, imbalan akan diterima jika karyawan
tidak mengambil cuti. Prinsipnya adalah perusahaan harus mengakui beban sebesar
perkiraan:
1. Imbalan yang akan diterima pada
saat pekerja memberikan jasa yang menambah hak cuti berimbalandi masa depan,
jika cuti boleh diakumulasi dan
2. Imbalan yang diterima pada saat
cuti terjadi, jika cuti tidak boleh diakumulasi
Contoh kasus cuti berimbalan
PT Cutiria memiliki 30 orang
karyawan dimana setiap karyawan berhak atas 6 hari cuti berimbalan dalam 1
tahun. Setiap karyawan yang cuti akan mendapatkan imbalan sebesar Rp750.000 per
hari. Pada tahun 2016, 20 karyawan sudah mengambil penuh hak cuti berimbalan,
sedangkan 10 karyawan baru mengambil 5 hari. Jika cuti berimbalan tersebut tidak dapat diakumulasikan, maka
pada tahun 2016 PT Cutiria akan mengakui beban sebesar Rp76.500.000 yaitu:
20 karyawan × 6
hari
|
= 120 hari
|
|
10 karyawan × 5
hari
|
= 50 hari
|
|
Jumlah hari
|
= 170 hari
|
|
Beban (@Rp450.000)
|
=Rp76.500.000
|
|
Jurnal yang dicatat PT Cutiria tahun 2016
adalah :
|
||
Beban imbalan
kerja-Cuti berimbalan
|
76.500.000
|
|
Kas
|
76.500.000
|
|
Jika cuti berimbalan tersebut
dapat diakumulasikan, maka pada tahun 2016 PT Cutiria akan mengakui tambahan
beban dan liabilitas sebesar Rp4.500.000, dimana penghitungannya (10 karyawan ×
1 hari) × Rp450.000 = Rp4.500.000. sehingga
beban yang diakui tahun 2016 menjadi Rp81.000.000.
B.
Pesangon
Sesuai dengan
Undang-undnag No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada saat pemutusan
kontrak kerja (PKK), perusahaan diwajibkan membayar uang pesangon dan/ uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi karyawan. Besarnya uang
pesangon tersebut dihitung berdasarkan masa kerja. Jadi, pesangon adalah
imbalan terutang akibat PKK, baik yang berasal dari keputusan perusahaan
(diberhentikan) ataupun keputusan karyawan atas tawaran perusahaan (sukarela).
Pembayaran pesangon haruslah dalam bentuk tunai, kecuali karyawan menyetujui
pembyaran dalam bentuk nontunai[4].
Perusahaan mengakui
pesangon sebagai liablitas dan beban pada tanggal yang lebih awal diantara:
1) Ketika penawaran atas imbalan
tersebut tidak dapat ditarik kembali
2) Ketika biaya- biaya terkait
restrukturisasi telah diakui sesuai PSAK 57 (Revisi 2009) Provisi,
Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi.
Perusahaan dikatakan tidak
dapat lagi menarik pesangon yang ditawarkan secara sukarela pada waktu yang
lebih awal antara lain :
1) Ketika pekerja menerima tawaran
2) Ketika pembatasan (misalnya :
persyaratan hukum, peraturan atau kontraktual atau pembatasan lainnya) atas
kemampuan entitas untuk menarik tawaran berlaku.
Jika pesangon terutang sebagai
akibat dari keputusan perusahaan, maka perusahaan tidak dapat lagi menarik
tawaran ketika perusahaan telah mengomunikasikan kepada pekerja yang terkena
dampak. Pengukuran nilai pesangon sama dengan imbalan kerja jangka pendek
(tak-terdiskonto), kecuali jika pesangon PKK jatuh tempo dalam waktu lebih dari
12 bulan setelah periode pelaporan, maka diterapkan seperti imbalan kerja
jangka panjang lainnya (terdiskonto). Pesangon hanya terkait pertukaran jasa
dimasa depan.
C.
Imbalan
Pascakerja
Istilah imbalan
pasca kerja dikenal sehari-hari dengan nama pensiun. Namun imbalan pascakerja
tidak hanya mencakup pensiun, tapi semua imbalan yang akan diterima karyawan
setelah masa kerja selesai, seperti asuransi dan tunjangan kesehatan
pascakerja. Jadi, imbalan pascakerja adalah imbalan kerja yang disediakan
perusahaan (selain pesangon) dan akan diberikan kepada pekerja setelah
menyelesaikan masa kerjanya. Pesangon bukan merupakan imbalan pascakerja karena
karyawan berhenti sebelum masa kerja normalnya.
D.
Imbalan Kerja
Jangka Panjang
Imbalan kerja jangka
panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan pesangon)
yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat
pekerja memberikan jasanya. Imbalan ini dapat meliputi cuti berimbalan jangka
panjang dan imbalan cacat permanen serta bonus dan kompensasi lainnyayang
dibayarkan lebih dari 12 bulan sejak akhir periode pelaporan. Berbeda dengan
imbalan pascakerja, imbalan kerja jangka panjang lainnya dibayarkan kepada
pekerja selagi masih bekerja. Contoh lain dari program ini adalah cuti
sabatikal, penghargaan masa kerja , imbalan cacat permanen, dan lain-lain.
Untuk imbalan kerja
jangka pnjang, perusahaan menghitung total nilai netto dari jumlah berikut:
1. Biaya jasa
2. Biaya bunga neto atas
liabilitas (aset) imbalan pasti neto
3. Pengukuran kemblai dari
liabilitas (aset) imbalan pasti neto
Nilai neto tersebut diakui
didalam laba rugi (kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau
mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset).
a. Imbalan Pasca Kerja
1. Program iuran pasti
PSAK 24 (Reviisi 2010)
menyatakan bahwa program iuran pasti adalah suatu program imbalan pascakerja
dimana pemberi kerja membayar iurang sebesar jumlah yang sudah ditetapkan
kepada dana pensiun, namun jumlah imbalan yang akan dibayarkan tidak ditentukan
karena tergantung dari ketersediaan aset program. Pada program ini, pemberi
kerja tidak memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif untuk membayar
iuran lebih lanjut jika dana pensiun tidak memiliki aset (dana) yang cukup
untuk membayar seluruh imbalan kerja terkait dengan jasa yang diberikan oleh
pekerja pada periode berjalan dan periode sebelumnya.
Pada program ini,
pemberi kerja (perusahaan) akan membayar iuran atas periode (biasanya bulanan)
ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada perusahaan. Seluruh iuran yang
jatuh tempo untuk bulan tersebut dicatat sebagai beban, kecuali jika dapat
dicatat sebagai perolehan aset sesuai ketentuan pada PSAK 14 (revisi 2008) dan
16 (revisi 2011). Jika perusahaan telah membayar seluruh iuran yang jatuh tempo
untuk bulan tersebut, maka tidak ada liabilitas yang diakui pada bulan
tersebut. Namun jika perusahaan belum membayar atau baru membayar sebagian dari
iuran yang telah jatuh tempo maka tas jumlah yang belum dibayar diakui sebagai
liabilitas.
Misal pada bulan
juni 2016, iuran pensiun yang harus dibayar oleh PR Cutiria untuk bulan
tersebut adalah Rp18.000.000. jika PT Cutiria membayar seluruh iuran tersebut
maka jurnal yang dicatat oleh PT Cutiria untuk bulan juni adalah sebagai
berikut
Beban ` 18.000.000
Kas 18.000.000
PT Cutiria baru
membayar Rp8.000.000 atas iuran tersebut hingga akhir bulan juni 2016. Maka
jurnal yang dicatat oleh PT Cutiria untuk bulan juni sebagai berikut:
Beban 18.000.000
Kas 8.000.000
Liabilitas 10.000.000
Dalam contoh diatas
, iuran seluruhnya jatuh tempo dalam 1 bulan (kurang dari 12 bulan) sehingga
nilainya tidak didiskontokan.
2. Program imbalan pasti
PSAK 24 (revisi
2010) menyatakan bahwa program iuran pasti adalah suatu program imbalan pasca
kerja dimana pemberi kerja wajib membayar sesuai dengan imbalan yang disepakati
bagi pekerja saat selesai masa kerja nanti. Perusahaan memiliki kewajiban hukum
atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika dan pensiun
tidak memiliki aset (dana) yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja
sebesar nilai yang telah disepakati.
Komentar
Posting Komentar